Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Coba Rudal Anti-satelit India, Astronom Amatir Ungkap Kisah Asli

Kompas.com - 29/03/2019, 20:33 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari yang lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan uji coba rudal anti-satelit milik negara tersebut.

Melansir dari The Times of India, Kamis (28/03/2019), uji coba rudal anti-satelit tersebut sebenarnya merupakan misi rahasia yang dijaga ketat oleh sekelompok kecil ahli saja.

Namun ketika hari peluncuran tiba, tak ada lagi yang bisa ditutup-tutupi dari uji coba rudal tersebut. Hal ini disampaikan oleh astronom amatir asal Indonesia, Marufin Sudibyo.

Marufin menyebut, hanya dalam beberapa jam pasca rilis kisah sukses penembakan rudal anti-satelit itu, sejumlah astronom amatir telah berhasil menggali cerita lebih lengkap.

Baca juga: 6 Bulan Lagi, Satelit Secanggih Smartphone Bakal Meluncur ke Antariksa

"Satelit yang dihajar dalam uji coba rudal anti-satelit India adalah satelit penginderaan jauh Mikrosat-R (obyek 2019-006A)," tulis Marufin.

Sebagai informasi, satelit seberat 740 kg ini ditempatkan pada orbit polar tersinkron Matahari pada ketinggian 268 km hingga 289 km dengan inklinasi 96,6 derajat.

"Mikrosat-R diluncurkan pada 24 Januari 2019 TU silam menggunakan roket empat tingkat PSLV (Polar Satellite Launch Vehicle) milik India," kata Marufin.

"Ia mengelilingi Bumi sekali setiap 90 menit," imbuhnya.

Melintas di Dekat Indonesia

Marufin menyebut, satelit itu sedang melintas di atas Samudera Indonesia bagian timur dari tenggara menuju barat laut kala dihajar rudal anti-satelit Prithvi.

"Satelit melintas di atas pangkalan militer Abdul Kalam, tempat dimana rudal anti-satelit Prithvi disiapkan," tutur Marufin.

"Uji coba penembakan itu mungkin terjadi di sekitar pukul 12:40 WIB," sambungnya.

Marufin juga menyampaikan sumber data dan foto yang dia dapatkan berasal dari astronom amatir Marco Langbroek.

Rudal Anti-Satelit

Uji coba berkode Operasi Shakti tersebut menjadikan India negara keempat di dunia yg menguasai sistem senjata antisatelit setelah AS, Russia dan China.

Marufin mengatakan, sistem senjata anti-satelit pada dasarnya adalah kombinasi hululedak anti-pesawat dan rudal balistik menengah.

Baca juga: 5 Fakta Satelit Nusantara Satu yang Siap Beri Akses Internet 25.000 Desa

"Hululedak itu bersifat fragmented, yakni kepingan-kepingan logam (shrapnel) yang dengan mudah bisa dilontarkan oleh dorongan detonasi bahan peledak," kata Marufin.

"Hululedak macam ini membuat pesawat (dan juga satelit) bisa dibabat tanpa harus bersentuhan langsung. Asal lewat didekatnya dalam jarak tertentu, katakanlah 10-20 meter," tambahnya.

Rudal balistik sendiri dibutuhkan untuk mendorong hululedak itu ke target orbit rendah, orbit yg banyak dihuni satelit mata-mata, pada lintasan parabolik tertentu.

"Dorongan itu sangat kuat sehingga saat hululedak memisahkan diri dari rudal balistik, kecepatannya bisa mendekati 10 km/detik (36.000 km/jam)," ujar Marufin.
Dia juga menyebut bahwa menciptakan rudal anti-satelit tidak terlalu rumit.

"Yang paling rumit adalah bagaimana melacak satelit yang hendak dihajar, di antara puluhan ribu benda langit buatan manusia yang bergentayangan di orbit rendah (hingga tinggi 1.000 km dpl)," tuturnya.

"Pelacakan itu juga harus berketelitian sangat tinggi, sehingga hululedak rudal anti-satelit bisa lewat dalam jarak optimal guna melaksanakan tugasnya," sambungnya.

Berbahayakah?

Dalam beberapa pemberitaan, uji coba rudal anti-satelit ini membuat sejumlah negara meradang. Tak hanya itu, salah satu tuduhan yang dialamatkan pada India adalah rudal mereka akan menambah sampah antariksa.

Marufin sendiri menilai bahaya terkait rudal tersebut sebenarnya minim.

Baca juga: Video: Detik-detik Peluncuran Satelit Nusantara Satu ke Orbit

"Kalau dari sisi teknikal penerbangan antariksa bahayanya minim, karena puing-puing satelitnya toh akan jatuh ke Bumi tanpa merusak dalam beberapa minggu ke depan," katanya.

"Kalau dari sisi strategi militer, salah satu andalan pengintaian kan satelit orbit rendah. Jika ada sistem seperti ini, satelit mata-mata yang selalu ada di orbit rendah jadi yang paling terancam," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com