Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syafiq Basri Assegaff
Dosen LSPR

Penulis, mantan wartawan; Doktor dalam bidang komunikasi, dan dokter yang tidak praktik lagi; pengamat masalah sosial, komunikasi dan kesehatan.

Awas pada Tibi, Pembunuh Sadis Dekat Kita

Kompas.com - 23/03/2019, 09:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kemenkes RI Prevalensi TBC Menurut Karakteristik Umur, Pendidikan, dan Sosial Ekonomi

Ancaman TB pada kaya dan miskin

Sebagian orang mungkin menganggap TB hanya menyerang orang miskin. Salah.

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014 yang dilansir Kementerian Kesehatan, tidak ada perbedaan angka kesakitan TBC pada berbagai kelompok sosial-ekonomi masyarakat kita.

Mereka yang ada di kelompok terbawah hingga kelas menengah atas menunjukkan angka yang sama tingginya. Perbedaan hanya terjadi pada kelompok teratas.

Artinya, risiko penyakit yang sampai saat ini masih menjadi epidemi di dunia itu dapat terjadi pada hampir semua tingkatan sosial ekonomi, miskin dan kaya.

Itu sebabnya masyarakat luas perlu turut serta memberantas penyakit kronis ini. Itu sebabnya setiap tahun kita peringati Hari TB Sedunia yang jatuh setiap 24 Maret, merujuk hari ketika Dr Robert Koch mengumumkan penemuan Mycobacterium tuberculosis, kuman jenis "batang" (bacillus) yang menyebabkan penyakit tuberkulosis pada 24 Maret 1882. (Berkat penemuannya itu, Koch memperoleh hadiah Nobel untuk fisiologi kedokteran pada tahun 1905)

Dalam rangka peringatan Hari TB Sedunia itu, pada 25 Maret akan diselenggarakan talkshow tentang TB di Erasmus Huis, Jakarta.

Di samping talkshow yang menghadirkan narasumber yang berhasil melibatkan komunitas dalam penanggulangan TB, juga terdapat pameran "Story of Hope" yang menggambarkan penanggulangan TB oleh "Challenge TB", sebuah project lima tahun dari lembaga bantuan kerjasama Amerika, USAID.

Ada beberapa alasan mengapa TB harus diberantas. Pertama, karena ia menular secara mudah, melalui udara yang terkontaminasi kuman dan menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan sarana publik lainnya.

Riuhnya transportasi dan perpindahan penduduk membuat TB menjadi ancaman serius, sementara kasus yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistensi obat.

Perkara resistensi obat itu penting dicatat. Para penderita TB reguler, biasanya dianjurkan minum setidaknya 4 jenis obat dalam bentuk fixed dosed combination (FDC) atau yang dikemas menjadi 1 tablet selama enam (6) bulan berturut-turut.

Sementara itu, bagi mereka yang kebal pada cara pengobatan reguler itu (baik yang kebal pada rifampisin ataupun yang multidrug resistant), selain mendapatkan obat oral sebanyak enam jenis selama 9-20 bulan, mereka juga harus disuntik.

Bila cara di atas masih juga tidak berhasil, pasien-pasien itu digolongkan sebagai TB extensively drug resistant. Ini jenis pasien yang paling "menderita", sehingga mereka harus mendapatkan treatment suntikan dan minum enam jenis obat selama 24 bulan.

Walhasil, mencegah memang selalu lebih baik dari mengobati. Di antara langkah pencegahan utama dan paling penting adalah mengimunisasi semua bayi usia di bawah tiga bulan dengan vaksin BCG (yang tersedia di seluruh Nusantara).

Selain itu, masyarakat dianjurkan menerapkan cara hidup bersih dan sehat, seperti tidak merokok, meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, memastikan sinar matahari dan sirkulasi udara yang baik di rumah, menjemur alas tidur, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup.

Pada saat batuk, kita dianjurkan menggunakan masker (terutama saat berada di keramaian), menutup hidung dan mulut dengan tisu, sapu tangan atau lengan, dan mencuci tangan dengan sabun.

Bila itu tidak dilakukan, jangan salahkan bila Anda tertular kuman Tibi itu, atau, jika Anda salah seorang penderita maka bukan mustahil Anda jadi sebab penularan pada 10-15 orang lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau