Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Jepang Temukan Cara Deteksi Gempa 10 Detik Sebelum Guncangan

Kompas.com - 12/03/2019, 18:38 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Jepang terkenal sangat aktif secara seismik sehingga tidak mengherankan ada jaringan luas instrumen seismik di darat dan di laut di wilayah tersebut.

Para peneliti menggunakan berbagai data seismik dari ini dan juga superkonduktor gravimeter (SGs) di Kamioka, Prefektur Gifu, dan Matsushiro, Prefektur Nagano, di Jepang tengah.

Analisis sinyal yang mereka lakukan sangat andal dalam menilai apa yang oleh para ilmuwan disebut akurasi 7-sigma. Artinya, hanya ada satu-dalam-satu-triliun peluang hasilnya salah.

Fakta ini sangat membantu untuk membuktikan konsep dan akan berguna dalam kalibrasi instrumen masa depan yang dibangun khusus untuk membantu mendeteksi gempa bumi.

Associate Profesor Masaki Ando dari Departemen Fisika menemukan jenis gravimeter baru - antena batang torsi (TOBA) - yang bertujuan menjadi yang pertama dari instrumen tersebut.

"SG dan seismometer tidak ideal karena sensor di dalamnya bergerak bersama dengan instrumen, yang hampir membatalkan sinyal halus dari gempa bumi," jelas Profesor rekanan ERI, Nobuki Kame.

"Ini dikenal sebagai lift Einstein, atau prinsip kesetaraan. Namun, TOBA akan mengatasi masalah ini. Ia merasakan perubahan dalam gradien gravitasi meskipun ada gerakan. Awalnya dirancang untuk mendeteksi gelombang gravitasi dari big bang, seperti gempa bumi di luar angkasa, tetapi tujuan kita lebih membumi," tambahnya.

Baca juga: Gempa Solok Bukti Banyak Percabangan Sesar Besar Sumatera Belum Terpetakan

Tim tersebut memimpikan jaringan TOBA yang didistribusikan di sekitar wilayah yang aktif secara gempa. Nantinya, jaringan ini membentuk sebuah sistem peringatan dini yang dapat memperingatkan orang-orang 10 detik sebelum gelombang guncangan pertama dari tanah tiba dari pusat gempa yang berjarak 100 km.

Banyak kematian akibat gempa bumi terjadi karena orang-orang terperangkap di dalam gedung yang runtuh. Bayangkan perbedaan yang bisa dihasilkan 10 detik.

Ini akan memakan waktu tetapi para peneliti terus berusaha memperbaiki model untuk meningkatkan akurasi metode untuk penggunaan akhir di lapangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com