KOMPAS.com - Sebuah penelitian terbaru membahas dampak kebakaran hutan di Indonesia tahun 1997 silam terhadap pertumbuhan anak-anak saat ini.
Kebarakan hutan pada tahun 1997 dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah. Dalam peristiwa tragis ini, 11 juta hektar tanah dibakar untuk tanaman baru.
Akibatnya, asap dan kabut meluas hingga kota-kota terdekat di Brunei, Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Sayangnya, menurut penelitian terbaru dari Singapura dan AS menunjukkan kabut asap tersebut menghambat pertumbuhan generasi berikutnya.
Baca juga: BMKG Beri Peringatan Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan, Khususnya Riau
Penelitian ini menemukan bukti bahwa anak-anak di dalam rahim yang terpapar kabut asap tersebut berpotensi membuat mereka lebih pendek atau mengalami stunting.
Temian menunjukkan bahwa udara beracun dapat menyaring pasokan oksigen janin. Hal ini menyebabkan perubahan permanen yang berpotensi menyebabkan berat badan lahir rendah.
Tak hanya itu, paparan kabut asap ini juga menyebabkan potensi tinggi badan yang lebih pendik di usia dewasa.
"Sementara penelitian sebelumnya telah menarik perhatian pada kematian yang disebabkan kabaran hutan, kami menunjukkan bahwa orang yang selamat juga menderita kerugian besar dan tidak dapat dipulihkan," tulis para peneliti dalam laporannya di jurnal PNAS dikutip dari Science Alert, Minggu (24/02/2019).
Ini merupakan temuan baru yang menunjukkan bahwa kebaran hutan lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan sebelumnya.
Pada kebarakan hutan tahun 1997 silam, dilepaskan sejumlah besar sulfida, dinitrogen oksida dan abu ke udara, menghasilkan seperempat dari semua emisi karbon untuk tahun itu dan akhirnya mendorong tingkat polusi ke ketinggian yang sebelumnya tak tertandingi.
Di beberapa daerah, menghidup kabut asap ini setara dengan merokok 20 batang.
Kini, diperkirakan sekitar 20 juta orang terkena dampak buruk dari kebakaran hutan 22 tahun lalu itu.
Dalam penelitian ini, para ilmuwan dari Duke University, AS memeriksa 560 anak yang terkena dampak ketika mereka berusia 6 bulan atau masih dalam kandungan.
Mereka menganalisis data tentang paparan kabut asap serta hasil gizi anak, informasi genetik, dan faktor sosial lainnya.
Baca juga: Bantah Pernyataan soal Kebakaran Hutan, KLHK Luruskan Klaim Jokowi
Para peneliti menemukan, anak-anak yang lahir selama masa kabut asap tersebut rata-rata lebih pendek 3,3 sentimeter dibanding yang seharusnya ketika berusia 17 tahun.
Para peneliti menulis, sebelum kebakaran hutan ini tidak terkendali, cara membakar lahan dianggap efektif dan murah untuk membersihkan tanah dari tanaman. Metode ini digunakan terutama untuk perkebunan kelapa sawit.
Alih-alih berhemat, Indonesia justru mengalami banyak kerugian besar. Program Ekonomi dan Lingkungan untuk Asia Tenggara (EEPSEA) memperkitakan kerugian total dari kebakaran hutan ini mencapai lima sampai 6 miliar dollar AS (70,3 hingga 84,3 triliun rupiah pada kurs hari ini).
Angka tersebut merupakan perhitungan dampak ekonomi, lingkungan, dan kesehatan jangka panjang.
"Mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek dengan menghasilkan polusi udara yang menyebabkan dampak kesehatan jangka panjang dan tidak dapat diubah," tegas para peneliti dalam laporannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.