Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo Sebut Aren dan Singkong untuk "Biofuel", Apa Kata Ahli?

Kompas.com - 19/02/2019, 17:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Sejak diadakannya debat calon presiden kedua pada Minggu (17/2/2019), biofuel menjadi topik pembicaraan hangat di antara masyarakat. Baik petahana Joko Widodo maupun penantang Prabowo setuju bahwa pemakaian energi fosil harus dikurangi, sementara swasembada energi adalah keniscayaan bagi Indonesia.

Pada saat ini, biofuel atau bahan bakar hayati, khususnya biodiesel, berbahan baku minyak kelapa sawit. Namun, tidak menutup kemungkinan bahan-bahan lain, seperti aren dan singkong yang disebutkan oleh Prabowo, akan muncul di masa depan.

Kompas.com menghubungi Agus Haryono selaku peneliti kimia dan Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui pesan singkat pada hari ini (19/2/2019) untuk meminta pendapatnya.

Agus berkata bahwa bahan-bahan lain yang berpotensi sebagai biodiesel selain kelapa sawit adalah minyak jarak dan minyak kemiri sunan. Di Eropa, minyak kedelai atau minyak goreng bekas juga telah diolah menjadi biodiesel.

Baca juga: Apa Itu B20 dan B100 yang Disebut-sebut dalam Debat Capres Kedua?

Dikarenakan struktur minyak nabati di atas yang sama-sama trigliserida, proses pengolahannya dapat seperti minyak kelapa sawit, yaitu melalui esterifikasi dan transesterifikasi antara minyak nabati dengan metanol dibantu katalis basa.

Namun, memang yang paling rampung dari segi produksi adalah minyak kelapa sawit atau crude palm oil seperti yang dilaporkan oleh Kompas.com kemarin (18/2/2019).

Sementara itu, aren dan singkong berpotensi diolah menjadi bioetanol generasi pertama setelah melalui proses distilasi, fermentasi dan dehidrasi.

Bioetanol bisa dijadikan biofuel setara Pertamax yang berdasarkan konsentrasinya dikenal dengan istilah E10 (10 persen bioetanol dan 90 persen bensin), E20 (20 persen bioetanol dan 80 persen bensin) dan seterusnya.

Baca juga: Unicorn, Hak Ulayat, hingga Biofuel, 10 Istilah dalam Debat Capres Kedua

“Potensi sumber bahan baku (bioetanol) tersedia cukup banyak. Tapi, bioetanol ini masih sulit untuk menjadi ekonomis, kecuali ada subsidi pemerintah,” kata Agus.

Opini tersebut senada dengan artikel dalam situs resmi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konsentrasi Energi (EBTKE) yang diunggah pada 2016. Menurut artikel tersebut, pengembangan bioetanol juga membutuhkan subsidi seperti halnya biodiesel, dan nilainya sekitar Rp 0,4 triliun.

Pasalnya, pengembangan bioetanol masih mengalami beberapa kendala, seperti kecilnya suplai bioetanol dan perlunya penyimpanan tersendiri untuk bioetanol. Selain itu, selisih harga bioetanol dengan minyak bensin yang cukup tinggi juga masih menjadi kendala utama pengembangan bioetanol.

Dengan demikian, diperlukan subsidi bioetanol untuk mengoptimalkan pengembangannya di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau