Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru: Populasi Serangga Dunia Terancam Punah Satu Abad ke Depan

Kompas.com - 12/02/2019, 17:35 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah penelitian ilmiah global baru-baru ini menunjukkan bahwa serangga dunia sedang menuju pada kepunahan.

Analisis tersebut menemukan, lebih dari 40 persen spesies serangga mengalami tingkat penurunan dramatis di seluruh dunia.

Studi ini mengungkap bahwa lebah, semut, dan kumbang menghilang 8 kali lebih cepat dibanding mamalia, burung, atau reptil.

Melansir dari The Guardian, Minggu (10/02/2019), total massa serangga turun 2,5 persen per tahun. Artinya, hewan-hewan kecil itu bisa menghilang dalam satu abad ke depan.

Baca juga: Teknik Serangga Mandul Diklaim Ampuh Usir Nyamuk DBD, Seberapa Manjur?

Meski berukuran kecil, para peneliti menegaskan bahwa serangga sangat penting bagi ekosistem di Bumi. Mulai dari sebagai makanan bagi makhluk lain, penyerbuk, hingga pendaur ulang nutrisi.

Dengan kata lain, penurunan jumlah serangga global ini bisa menimbulkan ketimpangan pada ekosistem.

Penurunan serangga ini secara umum disebabkan oleh pertanian intensif, pestisida, dan perubahan iklim.

Banyak penelitian lain dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan populasi serangga di negara maju mengalami penurunan besar-besaran. Beberapa negara yang melaporkan penurunan ini adalah Jerman dan Puerto Riko.

Namun, makalah baru yang dipublikasikan dalam jurnal Biological Conservation ini memberi tampilan lebih luas lagi. Peneliti meninjau 73 studi di seluruh dunia dalam 13 tahun terakhir.

"Faktor utama adalah hilangnya habitat, karena praktik pertanian, urbanisasi, dan deforestasi," kata Dr Francisco Sanchez-Bayo, penulis utama penelitian ini dikutip dari BBC, Selasa (12/02/2019).

"Kedua adalah meningkatnya penggunaan pupuk dan pestisida di pertanian seluruh dunia dan kontaminasi semua jenis polutan kimia," imbuhnya.

Dia juga menjelaskan faktor biologis seperti patogen dan spesies invasif juga berpengaruh pada penurunan populasi serangga dunia.

Peneliti dari University of Sydney itu juga menegaskan faktor seperti perubahan iklim turut berpengaruh.

Baca juga: Militer AS Akan Ciptakan AI Berbasis Serangga

Para peneliti lain mengatakan bahwa temuan ini sangat serius.

"Ini bukan hanya tentang lebah, atau bahkan tentang penyerbukan dan memberi makan diri kita sendiri - penurunan ini juga terjadi pada kumbang kotoran yang mendaur ulang limbah serta capung yang memulai kehidupan di sungai dan kolam," ungkap Matt Shardlow dari kampanye Buglife di Inggris.

"Semakin jelas ekologi planet kita hancur dan ada kebutuhan untuk upaya global dan intens untuk menghentikan serta membalikkan tren yang mengerikan ini," tegasnya.

Ancaman Ekologi

Para penulis khawatir dengan penurunan serangga ini bisa mempengaruhi rantai makanan. Apalagi, banyak spesies burung, reptil, dan ikan bergantung pada serangga sebagai sumber makanan utama.

Ditakutkan, dengan punahnya serangga juga akan memicu kepunahan beberapa spesies tersebut.

Pada akhirnya, jika sejumlah besar serangga menghilang, mereka akan berganti dengan spesies lainnya. Namun demikian, hal ini akan memakan waktu yang sangat lama.

"Jika Anda melihat apa yang terjadi pada kepunahan besar di masa lalu, mereka akan menelurkan radiasi adaptif besar-besaran di mana beberapa spesies berhasil beradaptasi dan berevolusi menjadi spesies baru," kata Prof Dave Goulson dari Universitas Sussex yang tidak terlibat studi ini.

"Jadi, dalam sejuta tahun saya tidak ragu akan ada beragam makhluk baru yang akan muncul untuk menggantikan makhluk yang musnah di abad ke-20 dan ke-21," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com