Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/01/2019, 18:02 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Kutub magnet bumi atau kerap disebut geomagnet belakangan ini diketahui mengalami sejumlah bergeseran yang tak terduga. Pasalnya, gerakan magnet bumi itu tidak beraturan mengikuti material besi di perut bumi.

Hal ini tentu menimbulkan sejumlah kekhawatiran terkait dampak yang mungkin ditimbulkan. Apalagi beberapa penelitian tentang fenomena ini juga menghubungkannya dengan peristiwa lain.

"Pergeseran kutub-kutub geomagnet yang kian cepat, memang ada yang menduga sebagai tanda-tanda awal dari pembalikan kutub-kutub magnet Bumi," ungkap Marufin Sudibyo, seorang astronom amatir melalui pesan singkat.

"Dugaan itu diperkuat oleh melemahnya kekuatan medan magnet Bumi, yang rata-rata mengalami pelemahan 10 persen per abad," imbuhnya.

Baca juga: Kutub Magnet Bumi Bergeser, Perlukah Indonesia Revisi Arah Mata Angin?

Marufin menuturkan, kedua fenomena ini sering dihubungkan karena studi tentang benda langit memiliki mekanisme serupa.

"Dalam studi medan magnet benda-benda langit seperti halnya Matahari, sebelum terjadi pembalikan posisi kutub-kutub magnet memang terjadi pelemahan medan magnet disertai pergeseran kutub-kutub magnet benda langit yang dimaksud," ujar Marufin.

Hal inilah yang sering menjadi ketakutan banyak orang. Pasalnya, medan magnet bumi berfungsi untk melindungi kita dari angin matahari dan radiasi kosmik.

Meski begitu, sebenarnya peristiwa samacam ini sering terjadi di planet kita.

"Di Bumi, peristiwa pembalikan kutub-kutub geomagnet berulang kali terjadi," kata Marufin.

"Rata-rata berlangsung setiap 300 hingga 400 ribu tahun sekali dengan satu peristiwa pembalikan memakan waktu seribuan tahun," imbuhnya.

Namun peristiwa pembalikan kutub magnet bumi terakhir, yang disebut kejadian Brunhes-Matuyama, terjadi sekitar 720.000 tahun silam.

Lalu, apa pengaruhnya?

"Melemahnya medan magnet akan berimplikasi pada melemahnya magnetosfer Bumi. Meski seberapa kuat implikasi pelemahan tersebut belum banyak diketahui," ucap Marufin.

Sejauh ini diketahui, pelemahan magnetosfer membuat partikel-partikel energetik bermuatan listrik yang dipancarkan sebagai angin/badai Matahari maupun sinar kosmik lebih berpeluang menerobos magnetosfer dan menghujani permukaan Bumi.

"Meski begitu, kaitan antara peristiwa-peristiwa pembalikan kutub-kutub geomagnet di masa silam terhadap populasi makhluk hidup nyaris tidak ada atau sangat sedikit buktinya," tegasnya.

Baca juga: Anomali Misterius di Bawah Benua Afrika Lemahkan Medan Magnet Bumi

Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Lambaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas.

"Pembalikan medan magnetik bumi disebabkan karena dinamika material besi di perut bumi," kata Thomas kepada Kompas.com, Rabu (16/01/2019).

"Dampaknya, selain perubahan posisi kutub magnetik, kekuatan medan magnetik di masing2 lokasi di permukaan bumi juga bervariasi," sambungnya.

Sama seperti yang dijelaskan oleh Marufin sebelumnya, Thomas juga menegaskan fenomena ini sama sekali tidak berbahaya.

"Pembalikan kutub magnetik berlangsung sangat lambat, memerlukan waktu ribuan tahun," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau