KOMPAS.com — Kabar berbaliknya kedua kutub magnet bumi belakangan ini menimbulkan sejumlah kekhawatiran. Bahkan, pergerakan magnet bumi ini terus diselidiki para ilmuwan dunia.
Salah satu yang paling membuat khawatir adalah kemungkinan untuk merevisi arah utara dan selatan yang selama ini kita ketahui. Untuk itu, Kompas.com mencoba bertanya kepada Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin.
"Bukan merevisi, tetapi mengoreksi arah utara yg ditunjukkan kompas beberapa derajat sesuai tabel koreksi atau aplikasi koreksi deklinasi magnetik," kata Thomas melalui pesan singkat, Rabu (16/01/2019).
"Koreksi terbesar untuk wilayah sekitar kutub, misalnya para pelaut di laut Arktik," tambahnya.
Baca juga: Kutub Magnet Bumi Akan Berbalik, Perlukah Kita Khawatir?
Pendapat senada diungkapkan Marufin Sudibyo, astronom amatir.
"Bagi Indonesia yang berada di kawasan khatulistiwa, pergeseran kutub-kutub geomagnet setiap tahunnya tidak memberikan banyak pengaruh," ujar Marufin.
"Deklinasi magnetik di Indonesia berharga kecil, maksimal senilai 5 derajat saja (yakni di pulau Papua)," tegasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa pergeseran tahunan kutub-kutub geomagnetik hanya akan memberikan perubahan nilai deklinasi magnetik Indonesia yang sangat kecil, tidak sampai 0,5 derajat.
"Kecuali untuk pengukuran-pengukuran yang membutuhkan akurasi sangat tinggi, maka kompas magnetik masih bisa digunakan di Indonesia tanpa membutuhkan banyak koreksi," tegasnya.
Meski begitu, Marufin juga menegaskan, sebelum mengoreksi arah dengan kompas magnetik kita perlu tahu terlebih dahulu cara kerjanya.
"Harus diingat bahwa dalam pengukuran yang presisi, penggunaan kompas magnetik guna menentukan arah sangat bergantung pada dua parameter, yaitu deklinasi magnetik tahunan (yang sifatnya stabil) dan gangguan terhadap geomagnet akibat pengaruh dari luar (yang sifatnya temporer) seperti badai Matahari," tutur Marufin.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, kawasan wilayah subtropis harus mempertimbangkan koreksi arah ini.
"Jika kompas digunakan di kawasan subtropis apalagi mendekati kawasan lingkar kutub, pergeseran kutub-kutub geomagnet per tahun harus sangat diperhitungkan dalam penentuan arah," ujarnya.
Baca juga: Anomali Misterius di Bawah Benua Afrika Lemahkan Medan Magnet Bumi
"Karena pada umumnya nilai deklinasi magnetiknya (wilayah subtropis) besar," imbuhnya.
Aplikasi Pencari Lokasi
Terkait revisi arah ini, banyak orang yang mengkhawatirkan tentang arah di aplikasi peta yang mungkin saja tiba-tiba berubah.
Namun, hal ini dibantah Thomas.
"Navigasi yang tidak berbasis kompas (seperti berbasis posisi rasi bintang, matahari, satelit GPS, informasi BTS) sama sekali tidak terpengaruhi oleh perubahan kutub magnetik," tegas Thomas.
"Jadi tidak perlu khawatir dengan petunjuk arah yang ditunjukkan aplikasi Google Map atau Waze pada gadget," tutupnya.
Selain itu, Thomas juga menegaskan butuh waktu ribuan tahun untuk membalik arah utara dan selatan.
Seperti yang diketahui, Bumi adalah sebuah magnet raksasa yang kerap disebut geomagnet. Kutub-kutub geomagnet ini biasanya diasosiasikan dengan kutub bumi.
Meski begitu, sebenarnya, kutub-kutub geomagnet tidak berhimpit dengan kutub geografis bumi. Kutub geomagnetik terus berubah secara tidak beraturan mengikuti dinamika material besi di perut bumi.
Apalagi, karena kecepatan rotasi antara permukaan bumi dengan inti bumi sedikit berbeda. Ini membuat kutub magnet bumi terus mengalami pergeseran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.