Siasat atas muslihat
Sosiolog asal Kanada Erving Goffman menyodorkan teori dramaturgi untuk memahami bagaimana panggung bekerja. Salah satu gagasan penting dalam teori dramaturgi yang dikemukakannya adalah kecenderungan manusia bermain di dua panggung sekaligus: panggung depan dan panggung belakang.
Panggung debat adalah panggung depan. Di sini kandidat akan menampilkan diri sebagai pribadi cerdas, jujur, humoris, dan sifat positif lain. Sifat-sifat itu sama sekali berbeda dengan sifat yang dimainkan di panggung belakang. Di panggung belakang, orang cenderung memunculkan sifat aslinya karena tidak khawatir disaksikan orang.
Kesadaran tentang dua panggung ini mestinya jadi bekal bagi masyarakat yang akan menyaksikan debat 17 Januari besok. Publik perlu menghubungkan pernyataan-pernyataan dalam panggung depan dengan realitas di panggung belakang. Bekal ini dapat menghindarkan publik dari kenaifan.
Sebab, betapa pun tampak mencerdaskan, debat tetaplah pertunjukan. Di sana ada sandiwara.
Surahmat
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Peneliti di Pusat Kajian Budaya Pesisir, Universitas Negeri Semarang
Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Debat calon presiden penuh muslihat-siasat dari ahli bahasa bagi pemirsa". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.