KOMPAS.com - Bagian penelitian Kementerian Pertahanan AS kini sedang mendalami studi tentang serangga. Mereka beranggapan bahwa serangga tertentu bisa memberikan kunci untuk mengembangkan teknologi baru terkait dengan artificial Intelligence (AI).
Militer AS memang telah lama bereksperimen dengan aplikasi AI terbaru, mulai dari sistem rudal hingga kawanan drone. Meski begitu, studi terbaru ini berusaha memahami kompleksitas alam untuk membuat strategi baru di bidang AI.
Terkait proyek ini, pihak Badan Penelitian Proyek Pertahanan (DARPA) membuka kesempatan penelitian bagi para ilmuwan.
"Mengundang pengajuan konsep penelitian dasar yang inovatif mengeksplorasi kerangka kerja komputasi baru dan strategi yang diambil dari kemampuan komputasi mengesankan serangga terbang sangat kecil," tulis DARPA dalam unggahannya dikutip dari Newsweek, Senin (14/01/2019).
Baca juga: Ilmuwan Militer Ciptakan Algoritma untuk Dapatkan Kopi Sempurna
"Alam telah memaksakan minitaurisasi drastis dan efisiensi energi pada serangga kecil ini, beberapa hanya memiliki beberapa ratus neuron dalam faktir bentuk yang ringkat, sambil mempertahankan fungsi dasar," imbuh mereka.
Selain itu, DARPA menjelaskan, serangga mungkin bisa menampilkan peningkatan subjektivitas pengalaman. Nantinya, itu akan memperluas respon tabel pencarian sederhana untuk potensi pemecahan masalah yang relevan dengan AI.
"Penelitian ini dapat mengarah pada kemampuan inferensi, prediksi, generalisasi, dan abstraksi masalah dengan cara yang sistematis atau sepenuhnya baru untuk menemukan solusi bagi masalah yang mendesak," tulis DARPA.
Dalam salah satu tweet-nya, DARPA memaparkan tentang proyek "Micro-Brain", salah satu penelitian terkait serangga.
"(Ini dirancang) memahami sistem sensorik dan saraf yang sangat terintegrasi dalam serangga miniatur membantu kami mengembangkan sistem #AI yang lebih kecil, lebih ringan, lebih hemat daya," tulis mereka.
Kesempatan yang dibuka hingga tanggal 4 Februari mendatang oleh DARPA ini diikuti dengan iming-iming yang menggiurkan.
Bagi proposal yang diterima, peneliti akan mendapat tawaran 1 juta dollar AS atau setara dengan 14,1 miliar rupiah.
Proposal ini akan diberikan kepada penawar yang berhasil yang mampu memetakan otak serangga dan fungsi pengambilan keputusannya sebagai bagian dari program Eksplorasi Kecerdasan Buatan.
Juru bicara DARPA, Eric Butterbaugh mengatakan, "Ini merupakan serangkaian proyek berisiko tinggi, hasil tinggi di mana para peneliti akan bekerja untuk menetapkan kelayakan konsep AI baru dalam waktu 18 bulan setelah penghargaan."
Baca juga: RS Militer China Tangani Cerebral Palsy hingga Diabetes dengan Stem Cell
"Memanfaatkan prosedur kontrak yang efisien dan mekanisme pendanaan akan memungkinkan upaya ini untuk beralih dari proposal ke proyek kickoff dalam waktu tiga bulan setelah pengumuman peluang," tambahnya.
Program Eksplorasi Kecerdasan Buatan mewakili ketertarikan terbaru Pentagon ke AI, bidang penelitian yang telah memicu kontroversi.
Pada bulan September lalu, Amerika Serikat dan Rusia memblokir tindakan PBB yang akan membahas legalitas sistem senjata yang memanfaatkan intelijen buatan tanpa perlu operator manusia.
Berinvestasi dalam riset AI adalah elemen dari Strategi Keamanan Nasional "Amerika first" yang dicanangkan Trump pada Desember 2017.
Dokumen itu mengatakan, "Amerika Serikat akan memprioritaskan teknologi baru yang penting bagi pertumbuhan dan keamanan ekonomi, seperti ilmu data, enkripsi, teknologi otonom, pengeditan gen, bahan baru, nanoteknologi, teknologi komputasi canggih, dan kecerdasan buatan,."
"Mulai dari mobil yang bisa mengemudi sendiri hingga senjata otonom, bidang kecerdasan buatan, khususnya, mengalami kemajuan pesat," imbuhnya.
Sebulan kemudian, Pentagon mengeluarkan strategi untuk berinvestasi secara luas dalam penerapan otonomi militer, kecerdasan buatan, dan pembelajaran mesin.
"Termasuk pada penerapan cepat terobosan komersial, untuk mendapatkan keunggulan militer yang kompetitif," ungkap Kementerian Pertahanan AS itu.
Baca juga: Seorang Youtuber Ungkap Serangga dengan Sengatan Paling Membakar
Namun, penelitian semacam ini telah lama memicu keprihatinan berbagai ahli. Salah satunya Stephen Hawking.
Hawking bahkan memperingatkan bahwa pengembangan AI yang tidak diatur dapat menyebabkan akhir dunia. Sebaliknya, pengusaha Elon Musk lebih siap merangkul teknologi yang muncul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.