KOMPAS.com - Sebuah penelitian baru menemukan bahwa bakteri di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sedang berevolusi dan berubah di lingkungan orbital yang aneh.
Meski begitu, para peneliti menyebut bahwa mikroba tersbeut tampaknya tidak berbahaya bagi manusia.
Ini menjadi sebuah kabar baik bagi para astronot. Pasalnya, beberapa penelitian sebelumnya berkesimpulan bahwa perjalanan ruang angkasa bisa membuat mikroba bermutasi menjadi strain yang berbahaya bagi manusia.
"Ada banyak spekulasi tentang radiasi, minimnya gravitasi, dan kurangnya ventilasi dan hal-hal lain yang bisa mempengaruhi oraganisme hidup, termasuk bakteri," ungkap Erica Hartmann, pemimpin penelitian ini dikutip dari Live Science, Selasa (08/01/2019).
Baca juga: Temuan Awal, Ada Bakteri Hidup di Otak Kita
"Ini adalah kondisi yang keras dan penuh tekanan," imbuh profesor desain biologi di Northwestern University, AS tersebut.
Sebelumnya, para ilmuwan terkemuka bertanya-tanya apakah perjalanan ruang angkasa akan meningkatkan kemungkinan bakteri berevolusi menjadi apa yang disebut sebagai superbug.
Namun, berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal mSystems, kemungkinan jawabannya adalah tidak.
Sebaliknya, bakteri tersebut hanya berubah untuk menghadapi kesulitan hidup mengambang di atas Bumi.
Temuan ini didapatkan ketika para ilmuwan menyadari bahwa bakteri di laboratorium apung ISS telah berubah menjadi berbeda dari bakteri di Bumi. Menurut Hartmann dan koleganya, ini adalah proses evolusi sebagai respons terhadap lingkungan penuh tekanan.
"Apalah lingkungan menjadikan mereka superbug karena beradaptasi? Jawabannya tampaknya tidak," tegas Hartmann dilansir dari The Independent, Selasa (08/01/2019).
Selain menjadi kabar baik bagi para astronot, penelitian ini penting karena ada kemungkinan di masa depan orang harus menghabiskan waktu dengan bakteri dalam perjalanan ke Bulan atau Mars.
"Orang-orang akan berada dalam kapsul kecil di mana mereka tidak dapat membuka jendela, keluar, atau melakukan sirkulasi udara untuk waktu lama," ujar Hartmann.
"Kami bernar-benar memfokuskan diri tentang bagaimana lingkungan ini bisa mempengaruhi mikroba," sambungnya.
Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis DNA dari dua jenis bakteri yang melakukan perjalanan ke ISS: Staphylococcus aureus (yang ditemukan pada kulit dan menyebabkan infeksi staph) dan Bacillus cereus (yang ada dalam sistem pencernaan dan tanah dan biasanya tidak berbahaya).
Baca juga: Ditemukan, Bakteri Laut di Samudra Pasifik yang Mengonsumsi CO2
Kedua mikroba dikumpulkan dari lingkungan sekitar stasiun ruang angkasa dan mungkin menumpang naik ke ruang angkasa pada kulit astronot atau di dalam tubuh mereka.
"Kemana pun kamu pergi, kamu membawa mikroba bersamamu," kata Hartmann.
Hasilnya menunjukkan bahwa sementara bakteri yang kembali telah bermutasi secara berbeda dari rekan-rekan mereka yang membumi, mereka tidak mengembangkan sifat genetik yang jelas dari super.
"Berdasarkan analisis genomik, sepertinya bakteri beradaptasi untuk hidup - tidak berevolusi untuk menyebabkan penyakit," kata Ryan Blaustein, salah satu co-author penelitian ini.
"Kami tidak melihat sesuatu yang istimewa tentang resistensi antibiotik atau virulensi pada bakteri stasiun ruang angkasa," imbuh rekan pascadoktoral di laboratorium Hartmann tersebut.
Untuk perjalanan ruang angkasa jangka panjang ini merupakan kabar yang sangat baik. Pasalnya, berbeda dengan astronot yang harus memiliki kriteria kesehatan khusus, di masa depan ketika tur antariksa dilaksanakan maka siapa saja bisa membawa bakteri di tubuh mereka.
"Astronot adalah orang yang sangat sehat. Tetapi ketika kita berbicara tentang memperluas penerbangan luar angkasa ke turis yang belum tentu memenuhi kriteria astronot, kita tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Hartmann.
"Kita tidak bisa mengatakan bahwa jika Anda menempatkan seseorang dengan infeksi ke dalam gelembung tertutup di antariksa maka itu tidak akan ditransfer ke orang lain. Ini seperti ketika seseorang batuk di pesawat, dan semua orang sakit," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.