Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Awan Tsunami di Makassar, Bisakah Picu Puting Beliung?

Kompas.com - 02/01/2019, 19:18 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sore pertama di tahun 2019, warka kota Makassar (Sulawesi) dikejutkan dengan fenomena munculnya awan besar seperti gelombang tsunami.

Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, prakirawan BMKG wilayah IV Makassar, Nur Asia Utami mengatakan bahwa awan tsunami itu tergolong sebagai awan kumulonimbus besar.

"Peristiwa tersebut dikenal sebagai cell awan kumulonimbus yang cukup besar, biasanya menimbulkan hujan deras disertai kilat atau petir dan angin kencang. Periode luruhnya awan tersebut tergantung besarnya, bisa 1-2 jam," katanya Rabu pagi (2/1/2019).

Hal yang sama pun dibenarkan oleh astronom amatir Marufin Sudiboyo.

Baca juga: Viral, Awan Berbentuk Gelombang Tsunami Selimuti Langit Makassar, Ini Penjelasan BMKG

"Itu supercell, fenomena meteorologi khas musim pancaroba," katanya kepada Kompas.com, Rabu (2/1/2018).

"Jadi itu awan kumulonimbus atau awan penyebab hujan deras atau badai, yang bergerak berpusar lambat akibat terbentuknya sistem tekanan rendah siklonik setempat," sambungnya.

Ia menambahkan, pembentukan awan tsunami di Makassar itu sebenarnya sama seperti awan kumulonimbus lain. Hanya saja ada beberapa faktor pembeda, misalnya zona tekanan rendah lokal.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menambahkan, awan berbentuk gelombang tsunami terbentuk karena adanya interaksi udara hangat yang mengandung uap air dan lingkungan dingin di ketinggian tertentu.

Bentuk awan

Bentuk awan kumulonimbus sendiri pada dasarnya dapat beraneka ragam dan tidak tentu. Semuanya tergantung pada kecepatan dan arah angin pembentukannya.

"Awan kumulo (bertumpuk-tumpuk) nimbus (sumber hujan) terbentuk karena dorongan angin yang kuat, mengangkat uap air sampai menjulang tinggi," kata Thomas kepada Kompas.com melalui pesan singkat.

Kalau awan yang tertangkap kamera bentuknya seperti gelombang tsunami, itu sebenarnya karena pola dinamika atmosfer dan sudut pandang melihat atau pengambilan gambar saja.

"Bentuk umum awan kumulonimbus itu kan seperti bulu domba yang bertumpuk-tumpuk. (Kalau yang tertangkap kamera) bentuknya seperti gelombang tsunami, bila dilihat dari arah lain pasti bentuknya berbeda," tegas Thomas.

Baca juga: Langit Australia adalah Rumah Bagi Awan Langka yang Unik

Dampak awan kumulonimbus yang besar

Thomas mengatakan, secara umum tidak ada dampak yang perlu dikhawatirkan dari awan seperti ini. Namun, kita tetap harus waspada.

"Awan kumulonimbus yang gelap menunjukkan kandungan uap air yang banyak, sehingga bila jatuh akan tercurah sebagai hujan lebat," katanya.

Marufin mengatakan, ada beberapa awan kumulonimbus yang bisa melahirkan angin puting beliung.

Berkaitan dengan itu, Thomas menjelaskan bahwa angin puting beliung biasanya dipicu oleh awan kumulonimbus yang menjulang tinggi kemudian berinteraksi dengan angin di sekitarnya.

"Sementara awan yang melebar seperti bentuk gelombang tsunami, kecil kemungkinan menyebabkan angin puting beliung," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau