"Ini adalah lingkungan yang sempit. Tujuannya adalah untuk menunggu Louis dan memiliki semacam momen perayaan dengan orang lain di planet ini untuk mencapai hal yang sama," tegasnya.
O'Brady menjelaskan secara terperinci suka duka perjalanannya sejak dia memulai penjelajahan pada tanggal 3 November lalu. Dia harus mengangkut 170 kilogram peralatan dengan menanjak dan melewati sastrugi, atau punggung es yang menyerupai gelombang.
"Bukan hanya menarik ... bawaan saya sepanjang hari, tapi saya mengangkatnya dan melewati ribuan tonjolan sastrugi yang diciptakan oleh angin kencang," tulisnya dalam sebuah unggahan Instagram pada 12 November.
"Kadang-kadang ini adalah proses yang membuat frustasi," tulis O'Brady.
Pada tanggal 18 November, dia menulis bahwa dia terbangun dan menemukan kereta luncurnya terkubur karena angin dan salju sepanjang malam.
Hari itu dia bertarung melawan angin kencang dengan kecepatan 48 km/jam selama delapan jam saat berjalan dengan susah payah.
"Ada beberapa kali saya mempertimbangkan untuk berhenti, memasang tenda saya kembali dan menganggapnya hari yang buruk," tulisnya.
"Saya sempat ingin berhenti ketika merasa lelah dan sendiri, tapi mengingat semua semangat positif yang dikirimkan semua orang, saya mengambil napas dalam-dalam dan fokus mempertahankan kemajuan selangkah demi selangkah dan berhasil menyelesaikannya dalam sehari," imbuhnya.
Baca juga: Mencair dari Dalam, Ada Zona Panas Misterius di Bawah Antartika
Besaw tak terlalu yakin apa langkah O'Brady, yang juga berhasil mencapai puncak Everest ini, selanjutnya.
"Kami sedang menikmati saat ini, merayakan ini sekarang. Lalu kami lihat apa yang akan terjadi selanjutnya," tutup Besaw.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.