KOMPAS.com - Untuk kali pertama, sebuah tim yang semua anggotanya perempuan melintasi Antartika untuk melakukan ekspedisi.
Ekspedisi kali ini mematahkan mitos gender yang menyebut bahwa dalam ketahanan terhadap tempat ekstrem, perempuan lebih lemah dibanding laki-laki.
"Temuan kami mengandung beberapa data yang berpotensi mendobrak mitos tentang dampak dari aktivitas fisik ekstrem pada perempuan," ungkap Dr Robert Gifford, salah satu peneliti yang memeriksa kondisi kesehatan tim ekspedisi ini, seperti dikutip dari Live Science, Senin (19/11/2018).
"Kami telah menunjukkan bahwa dengan pelatihan dan persiapan yang tepat, banyak efek negatif dari latihan ekstrem pada perempuan bisa dihindari," imbuh ahli yang berasal dari Pusat Ilmu Kardiovaskular Universitas Edinburgh tersebut.
Temuan baru ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan Society for Endocrinology di Glasgow pada Senin (19/11/2018) kemarin.
Baca juga: Satelit ESA Temukan Sisa-sisa Benua yang Hilang di Bawah Antartika
Hasil ini bertentangan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyebut, perempuan mengalami lebih banyak efek negatif pada hormon dan tingkat stres dibanding laki-laki dalam merespons aktivitas fisik yang ekstrem.
Contohnya, beberapa penelitian melaporkan bahwa aktivitas ekstrem bisa menekan hormon reproduksi perempuan, merusak kekuatan tulang dan meningkatkan kadar hormon stres pada tingkat yang lebih besar dibanding laki-laki.
Namun, para peneliti dalam temuan baru itu tak lantas percaya. Mereka mencoba memeriksa anggota tim ekspedisi Ice Maiden yang berisi enam perempuan tentara Inggris.
Kelompok ini menjadi tim pertama yang menjelajah Antartika dengan seluruh anggota perempuan. Mereka melakukan perjalanan selama dua bulan dengan jarak tempuh 1.700 kilometer.
Tak hanya berjalan jauh, mereka juga menarik lintasan seberat 80 kilogram. Tim ini juga menghadapi kondisi berbahaya seperti kecepatan angin 60 mph dan suhu minus 40 derajat Celcius.
Para peneliti mengamati berbagai aspek kesehatan para perempuan tangguh itu seperti indikator stres, kadar hormon, berat badan, dan kekuatan tulang. Pengamatan ini dilakukan sejak sebelum, selama, dan setelah ekspedisi berlangsung.
Hasilnya, para anggota tim ekspedisi kehilangan sekitar 9 kilogram massa lemak masing-masing, tapi mereka tidak kehilangan massa non-lemak.
Selain itu, penanda kesehatan metabolik, hormonal, dan tulang sebagian besar tidak berpengaruh oleh perjalanan. Para anggota tim cenderung kembali pada penanda kesehatan normal mereka setelah ekspedisi.
Baca juga: NASA Temukan Gunung Es Persegi Sempurna di Antartika, Buatan Alien?
Dalam abstrak penelitian ini, para ilmuwan menulis temuan ini menunjukkan "penanda ketahanan" dalam fungsi hormonal, repons stres, dan kekuatan tulang pada perempuan dalam menanggapi aktivitas fisik yang ekstrem.
Para peneliti juga mencatat, para perempuan yang tergabung dalam tim tersebut telah menjalani pelatihan yang ketat sebelum ekspedisi. Ini diasumsikan sebagai cara untuk mengurangi efek negatif dari aktivitas fisik ekstrem.
"Temuan ini bisa memiliki relevansi penting bagi perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan yang sulit atau stres, yang dikhawatirkan bisa merusak kesehatan mereka," ujar Gifford.
"Jika pelatihan dan pola asupan nutrisi yang tepat diikuti, kesehatan mereka bisa dilindungi," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.