"BMKG perlu melihat data cuaca dalam rentang waktu yang lebih panjang, mungkin seminggu ke belakang, untuk melihat apakah ada perubahan signifikan faktor cuaca itu," katanya.
Namun, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, sangat kecil kemungkinan tsunami disebabkan oleh faktor meteorologi.
"Tidak ada dasar yang menjelaskan perubahan tekanan tiba-tiba. Perubahan tekanan karena pemanasan. Tsunami terjadi pada malam hari jadi tidak mungkin," katanya.
Dia meyakini, Anak Krakatau bukan satu-satunya pemicu tsunami Selat Sunda. Faktor lain yang menyebabkan adalah gelombang tinggi akibat faktor purnama dan angin.
Gelombang tinggi karena angin jika digabung dengan pasang maksimum karena purnama bisa menyebabkan banjir rob yang melimpas ke daratan lebih jauh.
"Bila ada gelombang tambahan dari tsunami akibat longsoran, walau sesungguhnya tidak besar, banjir rob bertambah kekuatannya sehingga bisa merusak," ungkapnya.
Terlepas dari perdebatan yang ada, Surono mengungkapkan bahwa setiap bencana pasti memiliki gejala yang bisa dibaca.
Baca juga: BMKG Nyatakan Gelombang Tinggi di Serang sebagai Tsunami