Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

5 Cara Kurangi Mikroplastik agar Kasus Paus Wakatobi Tak Terulang Lagi

Kompas.com - 05/12/2018, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Bakti Berlyanto Sedayu

Pertengahan November lalu, penduduk lokal bahkan hingga internasional dikagetkan oleh bangkai paus sperma sepanjang hampir 10 meter terdampar di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Meski penyebab kematiannya belum diketahui pasti, tapi sampah plastik 6 kilogram yang ditemukan dalam perut paus malang tersebut diduga sebagai penyebab utama kematian mamalia yang masuk daftar dilindungi tersebut.

Kejadian serupa sebenarnya juga ditemukan di berbagai tempat lain seperti di Spanyol, Norwegia, dan Selandia Baru. Bahkan tidak hanya paus, ratusan jenis hewan laut lainnya juga telah dilaporkan tewas karena pencemaran plastik.

Juga ancaman terhadap manusia

Sampah plastik yang hanyut terbawa air hujan atau melalui aliran air yang bermuara di lautan telah menjadi ancaman serius bagi biota laut, bahkan kini menjadi ancaman nyata bagi manusia.

Sifat plastik yang sulit terurai di lingkungan, kemudian diikuti dengan pecahnya sampah plastik karena paparan terik matahari serta kondisi fisik lingkungan, menjadi serpihan-serpihan plastik yang sangat kecil yang dikenal sebagai mikroplastik.

Mikroplastik ini telah teridentifikasi mencemari hampir di berbagai wilayah laut Indonesia . Bahkan hasil riset terbaru dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melaporkan bahwa garam meja hingga ikan teri yang diambil dari perairan Indonesia juga telah tercemar mikroplastik.

Temuan ini sungguh sangat mengkhawatirkan karena garam merupakan bumbu yang hampir dikonsumsi setiap hari oleh penduduk Indonesia. Bila ikan teri yang berukuran kecil saja saja telah terkontaminasi, bisa diperkirakan ikan-ikan lain yang berukuran besar juga ikut terkontaminasi melalui rantai makanan. Ujung dari rantai makanan tersebut adalah manusia.

Didominasi sampah rumah tangga

Temuan cemaran mikroplastik dalam perairan Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya, mengingat Indonesia dilaporkan sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan yang terbesar kedua di dunia setelah China.

Sampah plastik di lautan umumnya didominasi oleh sampah rumah tangga yang terbawa aliran sungai seperti kantong plastik, botol minuman, pengemas makanan, dan lainnya.

Ironisnya, dari 20 besar sungai paling tercemar di dunia yang menyumbang sampah plastik ke lautan, 4 di antaranya ada di Indonesia.

Mengingat pola konsumsi hasil laut yang tinggi oleh penduduk di negara kepulauan seperti Indonesia, dan potensi pariwisata bahari yang juga ikut terancam, kita wajib merespons masalah ini dengan segera untuk mencegah dan mengurangi risiko-risiko yang lebih buruk pada masa mendatang.

Setidaknya ada lima cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya akumulasi sampah plastik di lautan.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau