Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Sumatera Kian Menipis, Populasi Harimau Tak Sampai 400 Ekor

Kompas.com - 03/12/2018, 12:34 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor


KOMPAS.com — Penduduk Tanjung Belit, kabupaten Kampar, Riau, Sumatera, tiba-tiba mendengar teriakan harimau. Begitu menemukan asal suara, mereka langsung membawa harimau yang sepertinya baru saja meloloskan diri dari perangkap itu ke desanya.

Sayang, nasib baik tidak menyertai harimau yang sedang bunting itu. Kawat logam yang menjerat bagian paha dan perutnya terlalu ketat sehingga membuatnya tewas sebelum petugas terkait tiba di lokasi. Nasib yang sama pun menimpa dua bayinya yang masih ada di dalam kandungan.

Kasus harimau sumatera ini menjadi contoh lain maraknya perburuan satwa yang merajalela di Indonesia. Kini, jumlah populasi harimau sumatera pun kian menurun, mungkin tak mencapai 400 ekor.

Baca juga: Hanya Tersisa 6 Jenis Harimau di Dunia, Salah Satunya di Indonesia

"Ini melibatkan banyak uang," kata Budi (bukan nama sebenarnya), seorang mantan pemburu satwa liar.

Setelah 30 tahun berburu harimau, Budi kini turut membantu kelompok konservasi WWF dan berbalik memburu para pemburu.

Di tahun-tahun sebelumnya Budi mengaku telah menangkap dan membunuh setidaknya 30 ekor harimau.

"Saya sering tertangkap, tetapi selalu aman dengan petugas. Saya tak pernah ke pengadilan karena diselesaikan di tempat," katanya kepada jurnalis ABC, Anne Barker.

Dahulu, harimau pertama yang dijual Budi laku Rp 850.000. Namun, kini harganya semakin mahal.

"Harimau terakhir yang sempat saya jual laku Rp 9.500.000," tambahnya.

Deforestasi berdampak pada harimau

Deforestasi dan kegiatan pembangunan sangat berdampak langsung dalam mengurangi habitat harimau di Sumatera.

Hutan rimba digunduli untuk pembukaan lahan perkebunan.

Menurut hitungan WWF, 49 persen hutan asli sumatera telah hilang sejak tahun 2000 akibat pembukaan jalan bagi perkebunan kelapa sawit, karet, dan kertas.

Pulau terbesar keenam di dunia ini mengaloami perubahan lanskap alam menjadi produsen komoditas global dengan nilai miliaran dolar.

Tercatat, antara tahun 2000 sampai 2015 rata-rata 1,82 hektar hutan ditebang setiap jam.

Selain harimau, satwa liar lain seperti rusa atau monyet juga terdampak secara langsung.

Kurangnya habitat membuat satwa liar memasuki perkampungan atau perkotaan, kemudian menyebabkan agresi dengan penduduk.

Bulan lalu, seekor harimau jantan terperangkap di kolong selokan di salah satu pertokoan di Indragiri Hilir.

Dokter hewan Andita Septiandini mengatakan, peristiwa tersebut mencerminkan tekanan pada satwa liar semakin meningkat.

"Habitat harimau di Indonesia semakin buruk. Harimau bersaing dengan harimau lain karena mereka tak lagi memiliki ruang untuk menjelajah," katanya.

"Mereka terpaksa masuk ke kampung karena semakin sulit mencari mangsa di hutan," tambahnya.

Upaya mencegah kepunahan harimau

Warga Tanjung Belit masih ingat ketika harimau terlihat setiap hari dan betapa berbahayanya masuk hutan.

Salah satu warga bernama Kasim, yang ayahnya mati dibunuh harimau pada tahun 1972, mengaku belum pernah melihat seekor pun harimau di alam liar.

"Sekarang hutan penuh dengan orang. Orang berkebun di hutan, jadi tak ada lagi harimau di sana," katanya.

Meskipun jumlahnya kian menyusut, WWF tetap optimis harimau Sumatera dapat diselamatkan dari kepunahan.

LSM itu kini fokus di wilayah bagian tengah Sumatera di mana harimau masih memiliki jangkauan menjelajah dan berkembang biak yang cukup luas.

Suaka Margasatwa Rimbang Baling di sepanjang punggung pegunungan Sumatera menjadi salah satu dari 18 lokasi di dunia yang diidentifikasi WWF berpotensi melipatgandakan populasi harimau.

Tujuannya bukan hanya menghentikan perburuan satwa tetapi juga menghentikan atau memperlambat hilangnya lahan hutan.

Harimau sumatera yang terjebak di kolong ruko di kawasan pasar di Desa Pulau Burung, Kabupaten Inhil, Riau KOMPAS.com/ CITRA INDRIANI Harimau sumatera yang terjebak di kolong ruko di kawasan pasar di Desa Pulau Burung, Kabupaten Inhil, Riau

Petugas jaga hutan pun diturunkan berpatroli untuk melacak dan mengejar pemburu atau menghancurkan perangkap yang mereka pasang. Mereka juga bertugas mengincar jaringar perburuan satwa dan sindikat penebangan liar.

Dalam sejumlah kasus, lahan-lahan perkebunan berhasil dihutankan kembali, dan tanaman sawit atau tanaman industri lainnya diganti dengan pohon-pohon asli setempat.

Namun, proses ini memakan waktu yang lama. Paling tidak perlu satu dekade bagi populasi harimau dan satwa lainnya untuk pulih kembali.

Baca juga: Jerat Tak Cuma Ancam Harimau, Bisa Musnahkan Semua Satwa di Sumatera

Kini, di kawasan suaka tersebut petugas telah memasang kamera pemantau (CCTV) di berbagai titik.

Mereka kemudian mencatat setiap harimau yang terekam kamera.

Para pemilik lahan juga didorong melanjutkan perkebunan mereka tanpa perlu menggunduli hutan asli. Caranya yakni dengan kembali ke lahan yang sebelumnya sudah ditinggalkan.

WWF belum lama ini menandatangani kerjasama dengan klub footy Richmond Football Club di Melbourne, yang memiliki julukan The Tigers.

Tujuannya untuk mempromosikan kampanye kesadaran harimau di Australia.

Pekan lalu, dua pemain Richmond, Nick Vlastuin dan Jack Graham, menghabiskan tiga hari di Sumatera menyaksikan patroli harimau di Rimbang Baling.

WWF Australia Ashley Brooks mengatakan sebagian besar kegiatan konservasi di Sumatera, termasuk patroli harimau, didanai donor dari Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com