KOMPAS.com - Sengatan matahari dan bau busuk menyekat hidung pengunjung di Tempat Pembuangan Akhir Rawa Kucing, Tanggerang. Kecoa berukuran besar mendominasi populasi hama di kawasan seluas 35 hektar tersebut. Setiap menit sebuah truk datang membawa limbah, sementara ekskavator menimbun gunungan sampah yang kian hari kian tinggi.
Sugianto Tandio hanya terdiam menyimak timbunan sampah plastik di TPA Rawa Kucing.
"Setiap hari sekitar 1.500 ton sampah datang ke sini dan 15 sampai 20%-nya adalah plastik," kata dia.
Karena plastik membutuhkan waktu antara 500 hingga 1.000 tahun untuk terurai, setiap sampah di Tanggerang dipastikan bakal menjadi masalah warisan untuk generasi mendatang.
"Bahkan hari ini, sepertiga ikan di samudera Bumi sudah mengandung plastik mikro. Bayangkan saja, setiapkali makan makanan laut Anda harus memilih tiga ikan yang bisa dimakan dan yang tidak boleh," kata Tommy Tjiptadjaja.
"Ini bukan masalah yang bisa kita wariskan untuk anak cucu. Generasi saat ini harus mengambil langkah konkret," imbuhnya.
Bersama Tandio, ekonom lulusan Universitas Chicago itu mendirikan Greenhope, perusahaan yang berambisi mengembangkan plastik alternatif yang ramah lingkungan. Salah satu produk yang berhasil mereka ciptakan adalah Ecoplas yang dibuat dari "polimer biologis dari tapioka," kata Tandio.
Pengakuan Internasional
Kini keduanya sudah mengantongi berbagai hak paten atas penemuan tersebut, termasuk kantung plastik ekologis yang khusus dikembangkan untuk pasar Amerika Serikat.
Tidak heran jika Tandio dan Tjiptadjaja memenangkan penghargaan "Social Entrepreneur Award" dari Schwab Foundation, 2013 silam.
Baca juga: Kisah Ningsih dan Keluarganya di Garis Terdepan Pengelolaan Plastik
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.