Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Timothy Marbun
News Anchor

News Anchor & Executive Producer Kompas TV

10 Menit Bersama Luhut: Musuh Bersama Kita adalah Sampah Plastik

Kompas.com - 31/10/2018, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Misalnya, Luhut melanjutkan, persoalan sampah harus masuk dalam kurikulum SD-SMP-SMA. Kesadaran soal sampah harus dibangun sejak dini.

“Saya masih kejar agar itu terjadi. Publik kita sendiri harus tahu. Ini masalahnya untuk generasi mendatang. Ini enggak ada urusan suku, agama, dan segala macam,” ujar Luhut.

“Seperti mikro-plastik, ini kalau plastik dimakan ikan, lalu ikan dimakan manusia, apalagi ibu-ibu hamil, pasti anaknya stunting atau kuntet. Kita kan enggak mau. Itu berbahaya. Kita enggak mau generasi Indonesia yang akan datang itu nanti kuntet. Presiden sudah memerintahkan ini untuk kita betul-betul kerja keras,” jelas dia

Musuh negara itu bernama mikroplastik

Bukan tanpa alasan masalah mikroplastik terangkat dalam konferensi ini dan disebut oleh Luhut. Hanya beberapa hari sebelum OOC 2018 dimulai, untuk pertama kalinya para peneliti di Wina, Austria menemukan partikel mikroplastik terkandung dalam tinja manusia.

Dalam studi yang dilakukan terhadap warga di Jepang, Eropa, dan Rusia, jenis plastik yang paling banyak ditemukan adalah polypropylene dan polyethylene.

Baca juga: Our Ocean Conference, Tanggung Jawab Bersama untuk Melindungi Lautan

Polypropylene mungkin paling sering Anda temui dalam bentuk pembungkus makanan, katup tabung obat, hingga tekstil dan karpet. Sementara polyethylene paling  sering kita jumpai dalam botol minum. Keduanya digadang-gadang sebagai produk plastik yang ringan, tahan lama, fleksibel, dan…. murah.

Lewat studi ini, para ahli bahkan memperkirakan sedikitnya separuh penduduk bumi memiliki mikroplastik dalam pencernaan mereka. Tentu saja mereka juga mengaku masih membutuhkan penelitian lanjutan untuk menegaskan ini.

“Mari kita bikin ini musuh bersama!” ajak Luhut.

“Lupain tuh perbedaan-perbedaan. Siapapun jadi pemimpin Indonesia lewat dari 2024, 2025, 2030, dan seterusnya, pasti akan terus menghadapi masalah ini kalau kita tidak kerja sama-sama,” ucap dia.

Menurut Luhut, kolaborasi harus dibangun tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri bersama masyarakat internasional.

Ada tiga hal yang penting untuk dilakukan. Pertama, persoalan sampah plastik harus masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Kedua, membangun budaya disiplin soal sampah plastik.Ketiga, pengelolaan sampah yang benar harus dilakukan sejak di rumah tangga hingga industri.

“Jadi hampir semua harus kerja sama. Ini masalah yang sangat masif. Terlalu banyak energi kita terbuang untuk perbedaan-perbedaan. Ini masalah kita bersama! Para intelektual setop dulu liat perbedaan, ini masalah generasi yang akan mendatang,” seru Luhut.

Baca juga: Berbatik Hitam, Jokowi Baca Puisi di Our Ocean Conference 2018

“Kalau kita tidak tackle ini dengan benar, kita akan lihat generasi depan Indonesia kuntet atau stunting, dan itu berpengaruh 1 hingga 2 persen pada PDB kita. Artinya, orang yang stunting ini tidak akan bisa tamat SD. Kalaupun tamat badannya pendek dan otaknya tidak akan bagus. Dia tidak akan bisa kerja. Lebih bagus mencegah,” kata Luhut lagi.

Teladan

Disiplin soal sampah juga menyangkut teladan. Luhut merasa prihatin karena masih banyak pejabat yang tidak memberikan teladan yang baik.

“Masih ada pejabat-pejabat kita kadang-kadang main golf masih buang sampah. Sederhana aja gitu ya. Menurut saya ini enggak bener. Padahal, dia klaim dia intelektual. Ada juga orang yang menggunakan plastik dan membuang seenaknya saja, lalu ada yang buang sampah ke sungai, semua harus kita hindari. Di gereja, di masjid, di mana saja kita harus bicara soal kebersihan. Kebersihan itu kan berhubungan dengan agama,” ujar dia.

Indonesia tidak sendirian. Baik dalam menciptakan sampah lautan, maupun dalam memeranginya. Setidaknya ada 633 komitmen yang ditanda tangani sepanjang penyelenggaraan Our Ocean Conference 2018. Semuanya untuk membuat laut lebih sehat dan produktif, termasuk lautan di Indonesia.

Tapi, tidak satu pun komitmen itu berarti kalau dunia tidak mengaplikasikannya.

Saya tidak menandatangani satu pun komitmen itu, dan barangkali juga Anda. Tapi, mestinya tidak butuh tanda tangan untuk ikut berkomitmen menjaga laut kita. Mulai dari yang sederhana, buanglah sampah pada tempatnya. Ingat anak cucu kita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau