Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Sekarat, Stephen Hawking Ungkap Strategi Invasi Dunia Alien

Kompas.com - 17/10/2018, 08:59 WIB
Resa Eka Ayu Sartika,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber The Times

KOMPAS.com — Berapa lama lagi manusia akan tinggal di Bumi? Apakah manusia nantinya bisa tinggal di planet lain?

Pertanyaan semacam itu terus menggelitik kita. Apalagi, isu pemanasan global, perubahan iklim, dan pencemaran lingkungan terus menghiasi media massa.

Lalu, berapa lamakah bumi akan bertahan menampung manusia?

Menurut Stephen Hawking, fisikawan ternama dunia, tidak dapat dihindari konfrontasi nuklir dan bencana lingkungan akan melumpuhkan Bumi pada titik tertentu dalam 1.000 tahun mendatang.

"Saat itu saya berharap dan percaya bahwa ras cerdas kita akan menemukan cara untuk menyelipkan ikatan masif Bumi dan karenanya akan selamat dari bencana," ungkap Hawking dalam salah satu pesan terakhirnya dikutip dari thetimes.co.uk, Minggu (14/10/2018).

"Hal yang sama, tentu saja, mungkin tidak mungkin bagi jutaan spesies yang menghuni Bumi, dan itu akan ada di hati nurani kita sebagai ras," sambungnya.

Meski saat ini manusia belum punya "rumah" baru untuk dihuni selain Bumi, Hawking berharap kita akan menemukan satu dunia alien (planet atau bulan di luar tata surya yang bisa dihuni). Dia juga berharap bahwa manusia menemukan tempat tinggal baru sebelum kepunahan melanda.

Manusia adalah Penjelajah

"Pada dasarnya kita (manusia) adalah penjelajah. Termotivasi oleh rasa ingin tahu. Ini adalah kualitas manusia yang unik," ujar Hawking.

Fisikawan asal Inggris ini menyebut, keingintahuan inilah yang mendorong banyaknya pembuktian. Misalnya saja, pembuktian bahwa Bumi tidak datar.

"Itu adalah naluri yang sama yang mengirim kita ke bintang-bintang dengan kecepatan berpikir, mendorong kita untuk pergi ke sana secara nyata," tuturnya.

"Dan kapan pun kita membuat lompatan baru, seperti pendaratan di Bulan, kita meningkatkan kemanusiaan, menyatukan orang dan bangsa, mengantar penemuan baru dan teknologi baru," tegas Hawking.

Baca juga: Ketakutan Terbesar Stephen Hawking: Akan Ada Perang Dunia Lawan Robot

Namun, untuk meninggalkan Bumi, Hawking menilai perlunya pendekatan global terpadu. Artinya, semua orang harus bergabung dan memiliki tujuan yang sama.

"Kita perlu menghidupkan kembali kegembiraan hari-hari awal perjalanan luar angkasa pada 1960-an," ucap Hawking.

Bagi ilmuwan yang hidup melawan penyakit ALS ini, teknologi untuk meninggalkan Bumi hampir dalam genggaman.

"Saatnya menjelajahi sistem tata surya lainnya. Menyebar mungkin satu-satunya yang menyelamatkan kita dari diri kita sendiri," tegasnya.

"Tidak ada waktu untuk menunggu evolusi Darwin untuk membuat kita lebih cerdas dan lebih baik berwatak. Tetapi, kita sekarang memasuki fase baru dari apa yang disebut evolusi yang dirancang sendiri, di mana kita akan dapat mengubah dan memperbaiki DNA kita," tambah Hawking.

Mungkin saat ini kita baru bisa mengubah dan memperbaiki gen, tapi bagi Hawking, bukan tidak mungkin nantinya cara ini juga bisa digunakan untuk memodifikasi kecerdasan dan naluri.

"Mungkin akan ada hukum yang dibuat untuk melarang rekayasa genetika dengan manusia," katanya.

Hawking menambahkan, "Tetapi beberapa orang tidak akan dapat menahan godaan untuk meningkatkan karakteristik manusia, seperti ukuran memori, ketahanan terhadap penyakit, dan lamanya hidup."

Tapi, munculnya manusia super tidak lantas membuat kehidupan di Bumi akan mulus. Bahkan sebaliknya, akan timbul potensi masalah politik yang signifikan dengan manusia yang tidak dibanggakan, yang tidak akan bisa bersaing.

"Agaknya, mereka akan mati, atau menjadi tidak penting. Sebaliknya, akan ada ras makhluk perancang diri yang meningkatkan diri mereka pada tingkat yang terus meningkat," ujarnya.

"Jika umat manusia berhasil mendesain ulang dirinya sendiri, mereka mungkin akan menyebar dan menjajah planet dan bintang lain," Hawking menjelaskan.

Tantangan Perjalanan Antariksa

Namun, masalah tidak akan berhenti dengan terbentuknya manusia super begitu saja. Bagaimanapun, perjalanan ruang angkasa jarak jauh akan sulit untuk bentuk kehidupan berbasis kimia berdasarkan DNA, seperti manusia.

"Umur alami untuk makhluk seperti itu singkat dibandingkan dengan waktu perjalanan," tutur Hawking.

Baca juga: Makalah Terakhir Stephen Hawking Diterbitkan, Apa Isinya?

"Menurut teori relativitas, tidak ada yang bisa berjalan lebih cepat daripada cahaya, jadi perjalanan ke bintang terdekat akan memakan waktu setidaknya delapan tahun, dan ke pusat galaksi sekitar 100.000 tahun," imbuhnya.

Dalam fiksi ilmiah, masalah ini mungkin coba diatasi dengan mereka mengatasi kesulitan ini dengan lengkungan ruang angkasa atau melakukan perjalanan melalui dimensi ekstra.
"Tetapi, saya pikir ini tidak akan pernah mungkin, tidak peduli seberapa cerdasnya kehidupan," kata Hawking.

Dia menambahkan, "Dalam teori relativitas, jika seseorang dapat melakukan perjalanan lebih cepat daripada cahaya, seseorang juga dapat melakukan perjalanan kembali ke masa lalu, dan ini akan menimbulkan masalah dengan orang-orang yang akan kembali dan mengubah masa lalu."

Untuk mengatasi masalah ini, Hawking memunculkan kemungkinan ide untuk menggunakan rekayasa genetika. Cara ini diperlukan untuk membuat kehidupan berbasis DNA bertahan setidaknya selama 100.000 tahun.

"Tetapi cara yang lebih mudah, yang hampir dalam kemampuan kita, adalah mengirim mesin yang dirancang untuk bertahan cukup lama untuk perjalanan antarbintang," ujarnya.

"Ketika mereka tiba di sebuah bintang baru, mereka dapat mendarat di planet yang cocok dan bahan tambang untuk menghasilkan lebih banyak mesin, yang dapat dikirim ke lebih banyak bintang," sambungnya.

Mesin-mesin ini, kata Hawking, akan menjadi bentuk kehidupan baru berdasarkan komponen mekanik dan elektronik daripada makromolekul.

"Mereka akhirnya bisa menggantikan kehidupan berbasis DNA, seperti halnya DNA menggantikan bentuk kehidupan sebelumnya," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber The Times
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com