Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Ratna Sarumpaet, soal Gampang Dibohongi atau Gampang Percaya?

Kompas.com - 15/10/2018, 11:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Dalam pemberitaan sebelumnya yang berjudul, "Kasus Ratna Sarumpaet, Kenapa Orang Pintar Tetap Rentan Dibohongi?", di dalamnya sedikit disinggung manusia pada dasarnya adalah cognitive miser.

Ini merupakan istilah yang merujuk pada sifat manusia di mana cenderung menyukai jalan pintas kognitif dalam menyimpulkan informasi, dan sebaliknya menghindari situasi yang menuntut pemikiran mendalam, analitis, dan reflektif.

Lebih dalam lagi, psikolog Rose Mini menerangkan bahwa cognitive miser dimiliki oleh orang yang cepat mengambil tindakan setelah mendapatkan sebuah informasi tanpa melakukan pengecekan kembali.

Kecenderungan untuk menelan bulat-bulat sebuah informasi ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Akan tetapi, intelektual juga berperan saat seseorang melakukan cognite miser atau tidak.

Baca juga: Kasus Ratna Sarumpaet, Kenapa Orang Pintar Tetap Rentan Dibohongi?

Menurut psikolog yang akrab disapa Romi itu, cognitive miser bukanlah sifat dasar yang dimiliki manusia, namun lebih kepada kebiasaan sehari-hari.

"Kalau ada informasi langsung ingin menanggapi atau memberikan solusi, padahal apa yang dipikirkan atau informasinya belum tentu benar," ujar dosen psikologi di Universitas Indonesia itu kepada Kompas.com, Jumat (12/10/2018).

Cognitive miser utamanya muncul ketika informasi atau suatu kabar datang dari wadah yang bisa dipercaya atau seseorang yang memiliki kharisma dan potensi untuk berbicara di publik.

Sebagai contoh, saat ini banyak artis yang diminta untuk memasarkan dan ikut membantu penjualan suatu produk lewat endorsement.

"Ini karena dia (public figure) dipercaya dan (orang lain) tidak memikirkan lagi apa yang dibicarakan itu," imbuhnya.

Hal seperti ini muncul karena biasanya seseorang sudah sangat yakin dengan sumbernya atau memang ingin bereaksi terlebih dahulu tentang isu terkait.

"Kadang-kadang orang berpikir, kalau dia bereaksi atau forward duluan kabar yang belum tentu kebenarannya ke pesan jejaring, seakan-akan itu akan menjadi sesuatu yang luar biasa," ungkap Romi.

Dalam hal ini, Romi mengatakan intelektual seseorang sebenarnya berpengaruh dalam melakukan hal semacam itu.

Pasalnya, orang yang berintelektual setidaknya dapat berpikir lebih panjang dan pertimbangan lain juga berperan yang memungkinkan orang untuk tidak mudah terpancing secara emosi sehingga tidak berekasi tanpa melakukan pengecekan dulu.

Baca juga: Mengapa Banyak Orang Tidak Percaya Sains? Psikologi Menjelaskannya

Untuk mengurangi cognitive miser, Romi mengatakan hal ini hanya dapat dilakukan oleh diri sendiri, yakni lebih bijak dalam menelan informasi.

"Orang harus belajar untuk lebih bijak saat mau bereaksi, merespons dan menjawab (suatu informasi) harus menggunakan informasi dan pemikiran yang jelas," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau