Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Kasus Ratna Sarumpaet, Kenapa Orang Pintar Tetap Rentan Dibohongi?

Kompas.com - 12/10/2018, 07:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam relasi antar-kelompok, cara pandang kita terhadap kabar bohong akan terkontaminasi oleh bias kelompok (ingroup-outgroup bias), yang terjadi ketika kebohongan “orang dalam” terlihat lebih meyakinkan daripada fakta yang ditunjukkan oleh “orang luar”.

Logika partisan dan ilusi superior

Dalam situasi seperti ini, seorang partisan yang percaya berita bohong cenderung menolak untuk mengubah pendiriannya, meski sudah ditunjukkan fakta-fakta yang bertentangan dengan pendapatnya.

Seorang partisan cenderung hanya mau percaya pada informasi yang mendukung keyakinannya, serta mengabaikan semua hal yang bertentangan dengan pendiriannya.

Dalam psikologi sosial, fenomena ini disebut dengan bias konfirmasi. Bias ini lebih parah bila partisan tersebut memiliki kapasitas intelektual yang cenderung rendah.

Beberapa studi setelah kemenangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukkan bahwa individu dengan kemampuan kognitif yang rendah justru akan menganggap diri mereka sangat kompeten, padahal sebenarnya tidak.

Sebab, mereka terjangkit ilusi bahwa dirinya superior, sehingga menganggap kompetensi mereka di atas rata-rata orang kebanyakan. Fenomena ini dikenal sebagai efek Dunning-Kruger.

Bohong dan tipu daya

Dari penjelasan di atas, penelitian menunjukkan manusia cenderung mudah dikelabui. Terlepas dari mudahnya manusia mempercayai kebohongan, kita perlu menyelidiki juga mengapa manusia berbohong.

Psikolog Sosial dari University of California Santa Barbara Bella DiPaulo dan koleganya menginvestigasi mengapa manusia cenderung berbohong dengan meminta 147 responden mencatat kegiatan mereka sehari-hari dalam sebuah diari selama seminggu.

Dalam studi tersebut, responden penelitian melaporkan bahwa rata-rata mereka berbohong 1-2 kali setiap harinya.

Kebohongan yang dilakukan partisipan kebanyakan kebohongan ringan yang tak berbahaya atau intensional. Kebohongan minor biasanya dilakukan untuk menutupi kekurangan mereka atau mencegah agar perasaan orang lain tidak terluka.

Umumnya, kebohongan terjadi karena ada motif mencari keuntungan pribadi dan motif ini erat kaitannya dengan tujuan interaksi sosial. Seseorang berbohong untuk mendapatkan pengaruh atas orang lain, mendapatkan dukungan sosial, bahkan dapat digunakan untuk membantu dan mendukung orang lain.

Beberapa kebohongan lainnya yang dilaporkan cenderung menunjukkan derajat amoralitas, misalnya seperti berbohong bahwa “saya adalah kerabat presiden”, biasanya bertujuan untuk membentuk citra diri yang positif. Tujuan utamanya agar orang lain membentuk kesan positif tentang dirinya, meski dengan cara yang kurang pantas.

Sebutan pathological liar sering digunakan untuk menandai seseorang yang ketahuan berulang kali berbohong tanpa menunjukkan rasa penyesalan.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Oh Begitu
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fenomena
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Kita
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Oh Begitu
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Oh Begitu
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Fenomena
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Oh Begitu
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Fenomena
Sering Mimpi Buruk Tingkatkan Risiko Kematian Dini Sebelum 75 Tahun
Sering Mimpi Buruk Tingkatkan Risiko Kematian Dini Sebelum 75 Tahun
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau