Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Mengapa Tsunami Palu Bisa Begitu Dahsyat dan Mematikan?

Kompas.com - 04/10/2018, 19:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Faktor penting tsunami lainnya adalah kedalaman dan bentuk lantai laut, yang menentukan kecepatan gelombang awal. Gempa zona subduksi yang kuat di lantai laut dapat menyebabkan seluruh kolom air terangkat, lalu jatuh kembali.

Karena air memiliki momentum, maka air dapat jatuh lebih rendah dari permukaan air dan menciptakan osilasi/ayunan yang kuat.

Tonjolan air yang bergerak menjauhi pusat gempa mungkin tidak terlalu tinggi (jarang melebihi satu meter), tetapi massa airnya sangat sangat besar (tergantung area permukaan yang berpindah akibat gempa).

Gelombang tsunami dapat bergerak sangat cepat, mencapai kecepatan pesawat jet. Pada laut sedalam 2 km, tsunami dapat bergerak 700 km/jam. Pada laut yang amat dalam, tsunami dapat mencapai 1000 km/jam.

Ketika gelombang mendekati pesisir yang lebih dangkal, kecepatannya berkurang dan ketinggiannya bertambah. Tsunami mungkin saja hanya setinggi 1 meter di laut terbuka, tapi meningkat hingga 5-10 meter di pesisir.

Jika pantainya curam, maka dampak ini bisa berlipat ganda dan menimbulkan gelombang setinggi puluhan meter.

Gelombang air memang semakin pelan mendekati pesisir, tetapi tetap dapat menggenangi wilayah daratan beberapa kilometer dari bibir pantai karena kecepatan awalnya sudah sedemikian tinggi.

Sementara itu, topografi lantai laut berdampak pada kecepatan gelombang tsunami, yang bergerak lebih cepat pada area dalam dan lebih lambat pada area dangkal. Tanah yang curam, baik di atas maupun di bawah air, dapat membengkokkan dan memantulkan gelombang.

Garis pantai di kepulauan Indonesia teraksentuasi, terutama di bagian timur dan khususnya Sulawesi. Palu memiliki teluk yang sempit, panjang, dan dalam—sempurna untuk membuat tsunami lebih dahsyat dan mematikan.

Konfigurasi kompleks ini juga menyulitkan untuk membuat pemodelan potensi tsunami, sehingga sukar untuk mengeluarkan peringatan yang akurat dan cepat kepada orang-orang yang mungkin terdampak.

Pergi ke arah bukit

Saran paling aman dan sederhana bagi orang-orang di daerah pesisir yang terkena gempa adalah, secepatnya pergi ke bukit atau tanah tinggi, dan menetap di sana selama beberapa jam.

Tapi pada kenyataannya, ini masalah yang lumayan rumit.

Hawaii dan Jepang memiliki sistem peringatan dini yang canggih dan efisien. Menerapkan sistem serupa di Indonesia merupakan sebuah tantangan, mengingat kurangnya infrastruktur komunikasi dan beragamnya bahasa yang digunakan masyarakat di kepulauan yang sangat besar ini.

Setelah bencana tsunami Aceh 2004, ada upaya internasional untuk meningkatkan jaringan peringatan tsunami di wilayah. Hari ini, sistem peringatan tsunami Indonesia mengoperasikan jaringan yang terdiri dari 134 stasiun pengukuran pasang-surut, 22 pelampung yang terhubung ke sensor lantai laut untuk mengirimkan peringatan permulaan, seismograf di darat, sirene di sekitar 55 lokasi, dan sebuh sistem untuk mengeluarkan peringatan via SMS.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau