KOMPAS.com - Memiliki dua pertiga wilayah berupa lautan, membuat Indonesia berperan sebagai jantung keanekaragaman hayati laut dunia.Hal ini harus kita jaga, salah satunya dengan tindakan Marine Protected Area (MPA) atau pengelolaan kawasan konservasi.
Dengan melakukan MPA, kita tidak haya menjaga ekosistem laut, tetapi juga mendobrak perekonomian masyarakat lewat sektor pariwisata.
Ir. Andi Rusandi, M.Si, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia mengatakan ada tiga tujuan MPA.
Pertama, melindungi ekosistem laut untuk beranak pinak. Kedua, melestarikan kehidupan laut supaya spesies yang tinggal di dalamnya tidak berkurang. Ketiga, menyejahterakan masyarakat lewat sektor pariwisata.
Baca juga: Bukti Baru, Reptil Laut Tertua Habiskan Masa Tua di Daratan
Andi berharap, MPA akan membantu Indonesia memiliki persediaan ikan yang cukup dan tidak kekurangan, baik nelayan maupun masyarakat.
Ditemui dalam acara Road to Our Ocean Conference di Jakarta, Kamis (27/9/2018), Andi menjelaskan bagaimana MPA dapat membantu kesejahteraan masyarakat sekitar, terutama lewat wisata bahari.
"Saya pernah lihat di beberapa negara cari spesies yang langka seperti ikan manta, dan itu bisa menjadi daya tarik wisatawan. Dan ketika wsiatawan ingin melihat ini, dia akan mengeluarkan uang dan bisa bermanfaat bagi masyarakat," tambah Andi.
Hal ini juga disepakati Meity Mongdong, senior manager dari Conservation International Indonesia. Ia menambahkan konservasi wilayah perairan akan melibatkan peran serta masyarakat sekitar untuk mencapai kesuksesan program MPA.
"Mereka (masyarakat) juga masuk dalam sistem. Mereka menggunakan sumber daya laut untuk kehidupan sehari-hari. Dengan merasakan manfaat tersebut, masyarakat akan mendukung dan mengambil inisiatif untuk mendukung kawasan konservasi. Tapi saya bilang masyarakat (juga) bisa membangun rasa bangga akan tempatnya," ujar Meity.
Salah satu yang menjadi masalah dalam tujuan keberhasilan MPA adalah sudut pandang masyarakat. Sering kali saat masyarakat mendengar 'konservasi', kita seperti menutup diri.
Banyak orang menganggap bahwa konservasi adalah pekerjaan sia-sia dan justru akan menghancurkan ekosistem. Terlebih lagi, masih hangat ditelinga kita kasus kapal yang menghancurkan terumbu karang di Raja Ampat.
"Ini sesuatu yang bisa dipetik ketika setiap membentuk suatu kawasan. Ada banyak isu yang tidak dipikirkan ketika itu dibangun. Sebenarnya ketika raja Ampat dijadikan MPA tidak ada kapal turis yang datang. Dan kita harus punya managemen penyesuaian setiap ada isu yang muncul, kita harus punya cara untuk menanganinya," tegas Meity.
"Kalau dengan prinsip-prinsip alam, memang tidak bisa terlalu banyak kegiatan dan harus dilakukan dalam rencana jangka panjang. Oleh karena itu ada sistem zonasi di dalam kawasan koservasi perairan dimana bisa ditentukan kegiatan apa yang bisa dilakukan, berapa kapal yang bisa masuk, dan berapa turis yang boleh datang itu harus dikelola baik," terang Rili Djohani, Direktur Eksekutif dari Coral Triangle Center di acara yang sama.
Rili menambahkan, bahwa ia optimis akan perkembangan laut Indonesia.
"Kalau saya dibanding 30 tahun yang lalu, Indonesia sudah lebih bagus. Dan yang penting dari pemerintah, masyarakat, dan LSM ada perhatian ke sana. Saya punya harapan besar Indonesia bisa jadi contoh dunia dimana system konservasi perairan dikelola dengan baik," tambahnya.
Baca juga: Peta Ini Ungkap Laut Perawan yang Tersisa di Dunia