Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Manusia-manusia yang Sakit Luar Biasa saat Tersenyum

Kompas.com - 27/09/2018, 18:12 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Tersenyum mudah dan membahagiakan bagi banyak orang, tetapi tidak bagi Widyaningsih. Sejak 16 tahun lalu, dia hampir tak bisa berekspresi dengan wajahnya.

"Jangakan senyum. Makan saja susah. Kena rambut sakit," katanya kepada wartawan, Kamis (27/9/2018).

"Susah menggambarkan rasa sakitnya. Yang jelas kalau pas kumat, saya enggak bisa ngapa-ngapain. Saya bahkan takut cuci muka kalau mandi."

Selama belasan tahun, dia sudah ke dokter gigi, menjajal akupunktur, dan ke puluhan dokter saraf tetapi  kondisinya tak membaik.

"Pernah saya minum obat 6 kali sehari. Enggak membaik malah saya sampai pingsan," imbuhnya.

Perempuan berusia 54 tahun itu bukan satu-satunya. Heru Siswanto adalah orang Jakarta lain yang mengalaminya.

"Semua muka saya bisa sakit enggak jelas. Saya sampai nangis kesakitan. Keringat keluar sampai badan basah," jelasnya.

Meski baru dua bulan menderita, dampak sakit itu besar baginya.

"Saya enggak bisa kerja sampai akhirnya saya pilih resign. Makan harus bubur, minum harus pakai sedotan," jelasnya.

Dr Mahdian Nur Nasution SpBS, spesialis bedah saraf dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang di Jakarta mengatakan, apa yang dialami Widyaningsih dan Heru disebut trigeminal neuralgia.

Penyakit itu muncul karena saraf trigeminal yang letaknya terlalu dekat dengan pembuluh darah.

Saat pembuluh berdenyut, saraf akan tertekan. Akibatnya, saraf mengirim sinyal sakit yang disebarkan ke seluruh ujung saraf di wajah.

"5-6 orang dalam 100.000 populasi mengalaminya. Langka, tapi kalau kena sakitnya luar biasa," katanya.

Sampai saat ini, belum ada metode jitu untuk mendiagnosis penyakit itu.

Mahdian berkata, dokter akhirnya menjadikan cerita riwayat sakit pasien sebagai pedoman utama. Magnetic Resonance Imaging (MRI) memang digunakan tetapi hanya untuk menepis dugaan adanya tumor sebagai pemicu.

Baca lebih detail tentang trigeminal neuralgia dalam artikel:

Trigeminal Neuralgia, Nyeri Paling Ngeri yang Menyerang Wajah Manusia

Membaik Setelah Radiofrekuensi

Widyaningsih mengatakan, kondisinya baru membaik setelah Mei 2018 lalu menjadai radiofrekuensi.

Lewat tindakan itu, saraf penyebab rasa sakit dipanaskan dengan gelombang radio sampai mati sehingga tidak bisa menerima rasa sakit.

"Sekarang sudah jarang kerasa," katanya.

Heru menjalani terapi yang sama.

"Sebelum di-radiofrekuensi, sakitnya bisa keluar 10 kali sehari. Kadang-kadang saya kebangun dari tidur dan langsung ngerasa sakit," ungkap Heru.

Setelah radiofrekuensi, dia mengaku rasa sakitnya mereda.

"Sehari setelah radiofrekuensi, sakitnya muncul 2 kali. Tapi sudah mendingan. Sekarang sudah jauh lebih baik," ujarnya.

Menurut dr Mahdian, radiofrekuensi saat ini merupakan pilihan paling efisien dan efektif untuk mengobati trigeminal neuralgia.

"Paling bagus sebenarnya operasi," katanya. "Tapi operasi mahal dan pasien harus fit."

Botox sebagai alternatif lain kurang efektif karena efeknya hanya jangka pendek. Kekambuhan bisa muncul dalam jangka waktu 3 bulan.

Radiofrekuensi efektif karena dampaknya bisa lebih dari setahun. Ongkosnya pun lebih murah, sekitar Rp 18 juta termasuk tindakan.

Tindakan itu juga bisa dilakukan dalam waktu 30 menit. Pasien tak perlu menginap.

"Ini memang masih mahal tetapi pilihan paling baik saat ini," katanya.

Banyak penyakit memiliki cara pencegahan tetapi tidak trigeminal neuralgia.

"Ini bukan penyakit karena lifestyle," kata dr Mahdian dalam diskusi di Klinik Nyeri dan Tulang Belakang hari ini.

Kecelakaan dan trauma kepala bisa memicu tetapi tidak selalu mengakibatkan munculnya trigeminal neuralgia.

"Semoga yang lain enggak ada yang kena," kata Heru.

Baca juga: Derita Penyakit Langka, Kulit Bocah Ini Membatu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com