KOMPAS.com – Banyak pasangan yang memutuskan untuk melakukan pengguguran ketika mendapati kehamilan yang tidak dikehendaki.
Padahal, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Satyawanti Mahsudi, mereka perlu melakukan konseling terlebih dahulu.
Dalam program konseling, mereka yang tidak menghendaki kehamilan akan diberikan pilihan dan saran apakah sebaiknya kehamilan itu perlu dilanjutkan atau tidak.
Pasalnya, pengguran kandungan yang tidak melalui konseling cenderung berbahaya, baik secara psikologis maupun kesehatan.
Baca juga: Kehamilan dengan Lupus, Ini yang Harus Anda Ketahui
“Konseling menitikberatkan pada pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi. Fokus kami untuk mencegah angka kematian perempuan akibat aborsi tidak aman (unsafe abortion) dan memberikan akses layanan kontrasepsi kepada perempuan yang mebutuhkan,” tutur Satyawanti saat ditemui Jumat (21/09/2018), di Jakarta.
PKBI dalam hal ini menjalankan program Global Comprehensive Abortion Care Initiatives (GCACI) yang sudah berjalan sejak tahun 2007. Dalam 11 tahun perjalanannya, GCACI sudah terlaksana di lima wilayah, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.
Dalam perjalanannya, Satyawanti menuturkan juga menemui permasalahan dalam konselingnya terutama pada pasangan yang belum menikah.
“Pada pasangan yang sudah menikah, ini lebih mudah, karena mereka sudah legal dan mantap dalam mengambil keputusan," katanya.
Baca juga: Seperti Gunung Es, Kehamilan Diikuti Banyak Pekerjaan Rumah
Dia melanjutkan, tapi (ini) menjadi tidak mudah kalau pasangan itu belum menikah lalu mengalami kehamilan, itu stigmanya sangat tinggi. Yang akhirnya untuk mengakhiri stigma ini, mereka akan mengakses layanan yang tidak aman, seperti unsafe abortion.
Stigma akan penguguran kehamilan memang masih buruk di mata kebanyakan orang. Kebanyakan dari mereka menganggap ini adalah soal perbuatan yang dilarang dan menyebabkan kematian, baik pada janin atau pada perempuan itu sendiri.
Menurut Dewi Larasati, Project Managerdalam program ini yang mengutip definisi aborsi dari WHO; aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum janin berusia 20 minggu karena secara medis, janin tidak bisa bertahan di luar kandungan.
“Kenapa kita akhirnya berpikir terminologi aborsi itu menjadi tidak baik, karena kita selalu bersembunyi pada kehamilan yang tidak diinginkan. Hukum aborsi pun bukannya ilegal, dan kita pun tidak berusaha untuk melegalkan aborsi. Akan lebih baik jika kita mengatakan aborsi itu restricted (terbatas), karena pada beberapa syarat, aborsi dibolehkan,” jelasnya.
Untuk melawan stigma dan menjamin kesehatan dan reproduksi, maka dari itu konseling menjadi penting.
“Konseling ini memastikan agar apapun pilihan yang diambil, mereka paham akan risikonya. Meskipun mereka memutuskan akan meneruskan kehamilan ini tanpa menikah pun, atau anak ini harus diadopsi, atau harus mengakses dokter spesialis yang mana, atau mereka memutuskan melahirkan anak ini di shelter kita; mereka harus paham betul,” jelas Satyawanti.
Menurut data PKBI, sejak tahun 2007 hingga sekarang, ada sebanyak 78.554 klien yang memohon layanan konseling kehamilan yang tidak dikehendaki. Dewi menuturkan bahwa dari angka tersebut, 30 persennya adalah klien berusia remaja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.