Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7.000 Tahun Lalu, Petani Bawa Bekal Keju Saat Bermigrasi ke Eropa

Kompas.com - 06/09/2018, 18:34 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Lebih dari 7.200 tahun lalu, petani yang tinggal di dekat Laut Adriatik mengisi pot tanah liat dengan keju lunak. Ribuan tahun setelahnya, tradisi ini baru terungkap dan sekaligus mengungkap pembuatan keju tertua di Mediterania.

Jejak pembuatan keju itu ditemukan di Kroasia dan berdasar penanggalan radiokarbon wadahnya berusia 5200 SM.

Menurut laporan yang terbit secara online di jurnal PLOS ONE, Rabu (5/9/2018), keju yang ada di dalam tembikar diduga sebagai gagasan para petani kuno untuk membantu orang dewasa yang tidak toleran terhadap laktosa susu.

Saat susu diawetkan dan menjadi keju, ia tetap memiliki sumber nutrisi yang dapat diandalkan oleh para petani saat mereka bermigrasi dari Mediterania ke Eropa, ekspansi yang dimulai 7000 SM dan berlangsung selama 3.000 tahun.

Baca juga: Keju dari Dinasti Ke-19 Mesir Kuno Ditemukan, Mungkinkah yang Tertua?

Sarah McClure yang seorang profesor antropologi di Pennsylvania State University sekaligus pemimpin studi mengatakan, semenanjung Balkan yang dikelilingi laut Adriatik merupakan pintu gerbang untuk penyebaran pertanian dari Mediterania ke Eropa Utara.

"Temuan jejak pembuatan keju bertepatan dengan  terjadinya perubahan pola pemukiman petani menunjukkan adanya hubungan antara keju dan migrasi manusia," kata McClure kepada Live Science, dilansir Rabu (5/9/2018).

Jejuk produksi keju dalam tembikar tanah liat ditemukan di dua desa Neolitik yang ada di kawasan pantai Dalmatia Kroasia, yakni Pokrovnik dan Danilo Bitinj.

Para arkeolog menemukan jejak-jejak lemak keju dalam tembikar yang digali di situs arkeologi Pokrovnik di Kroasia. Para arkeolog menemukan jejak-jejak lemak keju dalam tembikar yang digali di situs arkeologi Pokrovnik di Kroasia.

Artefak arkeologi yang sering dicuci selama persiapan dapat merusak residu di dalamnya dan mengacaukan jejak masa lalu bagaimana tembikar digunakan pada masanya.

Beruntung, para ahli yang menggali situs tembikar memutuskan menyimpan 10 persen bagian yang belum dicuci sehingga McClure dan timnya dapat menganalisis pembuatan keju ribuan tahun lalu.

"Analisis residu relatif baru dalam dunia arkeologi, proses ini baru dilakukan mungkin selama 10 tahun. Lewat analisis residu, kita bisa mendapat data yang lebih baik," ujar McClure.

Lantas bagimana hasilnya?

Menurut McClure, keju yang diletakkan di tembikar merupakan keju segar dan kuat.

"Tidak sekenyal ricotta (keju Italia yang terbuat dari air sisa pembuatan keju lain yang dimasak lagi, red), ini lebih kuat. Saya rasa ini eju di masa lalu mirip seperti feta (keju Yunani)," jelas McClure.

Orang Mediterania punya kebiasaan minum susu sejak 9.000 tahun lalu yang dibuktikan lewat 500 keping prasejarah yang ditemukan di Mediterania.

Kemudian, bukti pembuatan keju paling awal sekitar 7.500 tahun lalu yang ditemukan pada 24 fragmen tembikar dari Polandia.

Dalam beberapa kasus, potongan sebenarnya dari keju kuno masih bertahan hingga saat ini.

Baca juga: Konsumsi Keju Tak Menaikkan Kadar Kolesterol?

Pada 2014, para ahli melaporkan temuan bongkahan keju berwarna kuning yang diawetkan melilit leher mumi berusia 3.800 tahun di China. Ahli menduga, keju ikut dikubur bersama mayat sebagai makanan menuju akhirat.

Keju kuno lain belum lama ini ditemukan di makan Mesir. Keju berwarna keputih-putihan itu diprediksi berusia 3.000 tahun.

Tentu saja keju ribuan tahun lalu tidak untuk dicicipi, terlebih ahli menemukan kandungan bakteri Brucella yang menularkan penyakit gastrointestinal jahat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com