"Dalam penelitian kami, pria dengan liburan lebih pendek bekerja lebih banyak dan tidur lebih sedikit daripada mereka yang lebih lama liburan. Gaya hidup yang penuh tekanan ini mungkin telah menolak segala manfaat dari intervensi," sambungnya.
Data penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Nutrition, Health & Aging ini menunjukkan waktu libur tidak berdampak pada risiko kematian peserta di kelompok kontrol.
Namun, ini berbanding terbalik di kelompok intervensi.
Pria yang mengambil tiga minggu atau kurang dari liburan tahunan memiliki 37 persen peningkatan kemungkinan kematian dibandingkan dengan mereka yang mengambil lebih dari tiga minggu liburan.
"Kami pikir intervensi itu sendiri mungkin juga memiliki efek psikologis yang merugikan pada orang-orang ini dengan menambah tekanan pada kehidupan mereka," ujar Strandberg.
Meski dimulai sejak lama, penelitian ini menunjukkan pentingnya manajemen stres.
Ini berarti liburan bisa menjadi lebih dari sekedar penghilang rasa tegang terhadap pekerjaan Anda.
"Liburan bisa menjadi cara yang baik untuk menghilangkan stres," tutur Strandberg.
"Jangan berpikir memiliki gaya hidup sehat akan memberi kompensasi untuk bekerja terlalu keras dan tidak mengambil liburan," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.