KOMPAS.com – Sumber daya listrik menjadi hal yang sangat penting sekarang. Sila bercermin pada diri Anda sendiri. Ketika membaca artikel ini, Anda menggunakan energi listrik dari yang disediakan oleh baterai smartphone atau laptop Anda.
Tidak hanya perkotaan, daerah terpencil pun sebenarnya sangat memerlukan energi listrik. Bahkan jika berada pada posisi orang yang tinggal di wilayah terpencil, listrik menjadi suatu hal yang berharga dan istimewa bagi mereka.
Hal ini mungkin yang menginspirasi Seokheun (Sean) Choi, PhD, untuk menciptakan penyimpan daya yang fleksibel, murah, dan tidak biasa.
Seperti dilansir dari Science Daily, Selasa (21/08/2018), Choi membuat sebuah terobosan dengan menciptakan sebuah penyimpan daya berukuran kertas yang dibangkitkan oleh bakteri.
Baca juga: Di Masa Depan, Kertas Kita Akan Terbuat dari Kotoran Hewan
“Kertas memiliki keunggulan unik sebagai bahan untuk biosensor. Ini murah, sekali pakai, fleksibel dan memiliki luas permukaan yang besar. Namun, sensor canggih membutuhkan sumber daya. Baterai komersial terlalu boros dan mahal, dan mereka tidak dapat diintegrasikan ke dalam kertas. Solusi terbaik adalah baterai biologis berbahan baku kertas,” jelas Choi.
Para peneliti sebelumnya telah mengembangkan biosensor berbasis kertas sekali pakai untuk mendiagnosis penyakit dan kondisi kesehatan, serta untuk mendeteksi lingkungan yang terkontaminasi polutan sebagai metode yang murah dan nyaman.
Serupa tapi tak sama, Choi ingin mengembangkan baterai kertas murah yang didukung oleh bakteri dan dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam perangkat sekali pakai ini.
Untuk mewujudkan hal ini, Choi dan rekan-rekannya dari State University of New York, Binghamton, mencetak tipis logam dan material lain dengan ukuran yang menyerupai kertas. Langkah selanjutnya, mereka meletakkan exoelectrogens beku di atas bahan-bahan tersebut.
Baca juga: Listrik dari Buah dan Sayur, Bagaimana Prinsipnya?
Exoelectrogens adalah jenis bakteri khusus yang dapat mentransfer elektron di luar sel mereka. Elektron ini dihasilkan ketika bakteri membuat energi untuk diri mereka sendiri yang kemudian dialirkan melewati membran sel.
Dengan cara ini, mereka dapat melakukan kontak dengan elektroda eksternal seperti daya baterai. Untuk mengaktifkan baterai, para peneliti menambahkan air yang dalam beberapa menit, akan menghidupkan kembali bakteri dan menghasilkan cukup elektron untuk menyalakan dioda seperti pada pemancar cahaya dan kalkulator.
Para peneliti juga menyelidiki bagaimana oksigen mempengaruhi kinerja perangkat mereka. Tim menemukan bahwa walaupun oksigen sedikit menurunkan daya listrik, efeknya sangat minim. Ini karena sel-sel bakteri melekat erat pada serat kertas, yang dengan cepat membawa elektron menjauh ke anoda sebelum oksigen dapat menurunkan dayanya.
Saat ini Choi sedang menyiasati untuk dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan kinerja dari bakteri tersebut.
"Kinerja daya juga perlu ditingkatkan, sekitar 1.000 kali lipat, untuk sebagian besar aplikasi praktis," kata Choi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.