"Kadang-kadang kita bisa, kalau datanya cukup bisa kita prediksi," ujar Danny.
"Kalau kita amati dari pola gempanya, dan sebagainya. Bisa kadang-kadang. Ada juga yang berhasil, ada yang tidak," tegas Danny.
Baca juga: Ahli Eropa Uji Ketahanan Bangunan terhadap Gelombang Seismik Gempa
Untuk itu, dia menekankan bahwa pentingnya menyebutkan data yang digunakan untuk memprediksi gempa.
"Makanya saya bilang, meramal gempa itu harus jelas data yang dipakai apa," tutupnya.
Gempa yang terjadi di Lombok akhir pekan lalu oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) sendiri disebut sebagai gempa baru.
Sebelum gempa besar ini terjadi, Lombok juga diguncang gempa berkekuatan cukup tinggi yaitu M 6,5.
Sebelum hal ini terjadi, seorang pengguna Facebook bernama Didik Widjaja mengunggah status tentang masih adanya energi relaksasi sebesar 6,9 yang belum lepas setelah gempa Lombok.
BMKG kemudian mengklarifikasi tentang unggahan Didik tersebut.
Menurut BMKG, prediksi Didik tidak menyebutkan sumber data dan metode analisis yang digunakan. Artinya, pihak BMKG tidak bisa menilai tingkat kebenaran dan akurasi kajian tersebut.
BMKG juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak mudah percaya kepada informasi viral yang tidak bersumber dari lembaga berwenang.