KOMPAS.com - Kasus infeksi cacing pita pada tubuh manusia kembali terjadi. Kali ini, hewan tersebut menginfeksi seorang gadis cilik berusia 8 tahun di India.
Trushika, bukan nama sebenarnya, dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami sakit kepala yang parah. Rasa sakit di kepalanya juga diikuti serangan epilepsi selaam enam bulan terakhir.
Mulanya, gadis kecil ini didiagnosis mengalami neurocysticercosis (kista otak). Penyakit ini diduga menjadi penyebab otaknya membengkak.
Pembengkakan di otaknya tersebut memaksa Trushika mengonsumsi steroid berkepanjangan. Sayangnya, ini justru membuat berat badannya melonjak dari 40 kilogram menjadi 60 kilogram.
Padahal, meski telah mendapatkan pengobatan berat itu, rasa sakit di kepala dan serangan epilepsi yang dialaminya tidak mereda.
Bahkan, dia juga mengalami sulit bernapas dan tidak bisa berjalan.
Pemindaian
Dokter kemudian memutuskan untuk melakukan CT scan terhadap otak gadis ini.
Hasilnya cukup mengejutkan, lebih dari 100 telur cacing pita bersarang di otaknya.
"Pemindaian otak gadis itu menunjukkan lebih dari seratus titik putih, terbentuk karena telur cacing pita," ungkap Dr Praveen Gupta, direktur departemen neurologi rumah sakit tersebut dikutip dari Times of India, Senin (23/07/2018).
Kemungkinan telur-telur itu mencapai otak melalui aliran darah dari perut.
Dr Gupta mengingatkan bahwa masuknya cacing pita ke otak bisa disebabkan oleh makan buah-buahan yang tidak dicuci, atau sayuran dan daging kurang matang yang terinfeksi oleh cacing pita babi.
Baca juga: Dokter Temukan Cacing Pita Bersarang di Tulang Belakang Perempuan Ini
"Infeksi semacam ini disebabkan oleh tidak sengaja makan makanan yang dipenuhi oleh cacing pita. Ketika telur mencapai otak melalui sistem saraf, mereka menyebabkan neurocysticercosis (NCC), yang ditandai dengan sakit kepala yang parah, serangan epilepsi dan kebingungan," sambungnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui infeksi cacing pita dari sistem saraf pusat telah lama menjadi penyebab utama epilepsi.
Menurut WHO, neurocysticercosis adalah penyebab epilepsi yang paling sering dicegah di seluruh dunia dan diperkirakan menyebabkan 30 persen dari semua kasus epilepsi.