KOMPAS.com – Ketika anak belajar untuk berjalan, banyak orangtua menghandalkan alat bantu tambahan seperti baby walker. Para orangtua menganggap, baby walker dapat mempercepat kemampuan anak dalam berjalan. Padahal, tidak demikian.
Menurut Annelia Sari Sani, S.Psi, psikolog dari RSAB Harapan kita, baby walker tidak disarankan untuk digunakan. Lebih lanjut, ia menjelaskan anak yang menggunakan baby walker justru lebih lambat proses kemampuan berjalannya.
“Kalo dari sisi psikologisnya, anak itu kan tidak belajar risikonya. Risiko berjalan kalau dia jatuh atau dia tersandung, ada baby walker yang menahan. Jadi dia tidak belajar untuk tahu rasanya berjalan menopang tubuhnya dengan kedua kakinya,” papar perempuan yang akrab disapa Anna ini.
Di samping itu, penggunaan baby walker sendiri juga memiliki risiko kecelakaan pada anak.
Baca juga: Menurut Sains, Orangtua Bisa Lakukan Ini agar Bayi Tidur Nyenyak
Dokter Eva Devita Harmoniati, Spa(K), berkata bahwa ketika anak menggunakan baby walker, dia memang bisa bergerak dengan bebas. Namun, anak belum tentu dapat mengantisipasi kecepatan yang dihasilkan dari gerak bebasnya itu sehingga berisiko mengalami kecelakaan, seperti menabrak dinding atau tergelincir di tangga.
“Selain itu, pola berjalan. Anak dengan baby walker tidak akan berjalan dengan heel to toe (tumit ke jari), pola berjalannya akan berbeda, dia akan lebih sering bergeser atau mengayuh,” imbuh Eva.
Lantas, bagaimana cara terbaik untuk mengajari anak kita berjalan?
“Lebih disarankan kita titah (dipegang kedua tangannya) atau dia mendorong bangku. Jadi gerakannya melangkah ke depan,” jelas Eva.
Dititah adalah proses belajar anak untuk dapat berjalan dengan bantuan orang dewasa. Biasanya, orangtua atau orang dewasa akan memegang kedua tangan si anak dan menuntunnya langkah demi langkah untuk belajar berjalan.
Anna pun sependapat. Menurut dia, proses perkembangan motorik anak yang terbaik adalah dengan membiarkan anak lebih sering bermain di matras atau lantai. Ia mencontohkan dengan mengajari anak melalui proses merayap, kemudian merangkak dengan lutut, berlutut, dan berjalan.
“Kita harus memberikan kesempatan anak untuk eksplorasi lingkungan. Sambil kita jaga dan menemani. Jangan apa-apa dilarang. Nanti anak menjadi tidak eksplorasi. Karena di situlah otak dan tulang anak berkembang,” ujar Anna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.