Barton menjelaskan, kepik berperan membasmi kutu daun. Bila kepik gagal melakukannya, artinya petani perlu menggunakan pestisida lebih banyak untuk melindungi tanaman. Hal itu akan berimplikasi pada lingkungan dan perekonomian.
"Kalau petani menyemprotkan bahan kimia, artinya ada uang yang dikeluarkan. Padahal kepik melakukannya dengan gratis," jelasnya.
Baca juga: Peneliti Buktikan Selera Musik Bisa Jadi Cermin Kepribadian Anda
Meski diputar dengan volume dan kekuatan yang sama, mengapa hanya musik rock yang berdampak pada lingkungan?
Barton dan timnya menduga, itu karena suara bass yang berat dalam genre tersebut.
Ia mengatakan, getaran dari bass dapat menimbulkan respons anti-predator. Maksudnya, bass mengganggu kemampuan predator untuk mendeteksi mangsanya, dalam hal ini kutu daun.
"Serangga tidak memiliki telinga, mereka tidak bisa mendengar seperti manusia. Semua suara hanyalah getaran. Saat kita menonton konser, kita pun dapat merasakan getaran bass itu," jelas Barton.
Menurut Barton, fenomena ini tidak hanya mengganggu hewan tapi juga kesehatan manusia.
Misalnya saja sebuah studi yang terbit pada Februari lalu melaporkan bahwa suara desibel tinggi dari pesawat dan lalu lintas dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular.
Suara itu mengejutkan tubuh dan melepaskan hormon stres yang merusak aliran darah.
"Seseorang dapat menutup mata, tapi bukan telinganya. Tubuh akan selalu bereaksi menanggapi sinyal stres," kata Dr. Thomas Munzel kepada Time.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.