KOMPAS.com - Lebih dari 3 juta tahun yang lalu, nenek moyang tertua manusia, Australopithecus afarensis diketahui sudah berjalan dengan dua kaki.
Tapi sebuah studi baru mengungkapkan hal yang cukup menarik tentang spesies. Peneliti menemukan bahwa di usia kanak-kanak, A. afarensis memiliki kaki yang serupa dengan simpanse.
Kemungkinan kaki-kaki tersebut berguna untuk membantu memanjat pohon atau berpegangan pada ibu mereka.
Penemuan Selam
Bukti ini berdasarkan dari kerangka anak perempuan Australopithecus afarensis yang relatif lengkap berusia 2,5 hingga 3 tahun.
Kerangka yang ditemukan di Dikika, Etiopia ini diberi nama Selam yang berarti perdamaian dalam bahasa resmi Etiopia.
Fosil itu membantu para ilmuwan melihat bagaimana kaki A. afarensis berubah dari lahir menjadi dewasa.
Pada gilirannya, hal ini memungkinkan kita mengumpulkan beberapa rincian tentang bagaimana mereka tumbuh dewasa.
"Kami dapat memahami apa yang sedang terjadi pada individu muda dengan individu dewasa, dan apakah ada pergeseran dalam cara mereka bergerak," kata Will Harcourt-Smith, paleoantropolog di American Museum of Natural History dikutip dari National Geographic, Rabu (04/07/2018).
Baca juga: Di Belantara Borneo, Kami Menemukan Manusia Purba
A.afarensis paling dikenal adalah Lucy yang ditemukan pada tahun 1974.
Namun pada tahun 2006, Zeresenay Alemseged, seorang paleontog di University of Chicago menemukan kerangka Selam, tidak jauh dari lokasi penemuan Lucy.
Dia dan bersama rekannya, Jeremy DeSilva, paleoantropolog di Dartmouth College kemudian memutuskan untuk fokus menelitinya pada tahun 2009.
Mirip Kera dan Manusia
Apalagi mereka ternyata menemukan hal yang menarik dari kerangka Selam.
Pinggul dan kaki spesies sangat mirip dengan kita (manusia). Namun beberapa bagian mirip kera, yang menyiratkan kemampuannya untuk memanjat melampaui manusia modern.
Jari dan tulang kaki melengkung, membantu mereka untuk mencengkeram.
Sendi jari juga lebih melengkung dari A. afarensis dewasa. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki jari kaki lentur sehingga bisa digerakkan ke samping.
Tak hanya itu, hal ini membuktikan bahwa jari kaki mereka lebih fleksibel dibandingkan kita.
Meski begitu, jempol kaki A. afarensis sejajar dengan jari-jari lainnya. Sementara tulang lengan menunjukkan bahwa kuat digunakan untuk memanjat.
Baca juga: Ahli Sebut Fosil Ikan 400 Juta Tahun Ini Moyang Manusia, Kok Bisa?
Bertahan Hidup
Peneliti menduga jika mereka harus bertahan hidup pada masa kanak-kanak untuk bisa mencapai usia reproduksi.
DeSilva menggambarkan jika kelompok A. afarensis berjalan kaki di siang hari, tetapi mereka akan memanjat pohon pada malam hari untuk mencari makanan atau menghindari predator.
Ada kemungkinan bahwa mereka lebih sering memanjat pohon, atau kaki mereka digunakan untuk berpegangan kepada ibu mereka ketika digendong.
"Setiap fosil dapat membantu mengungkap bagaimana masa lalu tentang pertumbuhan, perkembangan dan bagaimana kehidupan seorang anak tiga juga tahun yang lalu. Sehingga ini merupakan penemuan yang luar biasa," kata DeSilva.
Temuan yang dipublikasikan, Rabu (4/5/2018) di Science Advances.
JEREMY DESILVA & CODY PRANG
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.