Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lagi, Perempuan New York Alami Masalah Kuku Setelah Lakukan "Fish Spa"

Kompas.com - 04/07/2018, 20:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Fish spa atau terapi gigitan ikan, diyakini bisa menghilangkan sel kulit mati dan menghaluskan kulit.

Sejak terapi ini dikenal masyarakat, para ahli sebenarnya sudah memperingatkan adanya risiko penyebaran penyakit.

Bukan lagi teori atau asumsi, hal tersebut benar dialami seorang perempuan berumur 20 tahunan asal New York. Setelah melakukan terapi ikan, ia mengaku bentuk kukunya jadi aneh.

Dalam laporan kasus yang terbit di jurnal JAMA Dermatology, Selasa (3/7/2018), kuku kaki perempuan ini seperti terbelah, di mana bagian bawah kuku terpisah dari bagian atasnya. Anehnya, ia sama sekali tidak merasa sakit.

Baca juga: Mengapa Fish Spa Dilarang di Amerika Serikat?

Dalam laporannya, ia mengaku tidak mengalami cedera kuku atau riwayat keluarga yang memiliki gangguan kuku. Ia melaporkan, sebelum masalah kuku muncul, dirinya sempat melakukan fish spa.

Dari kondisi tersebut, dokter mendiagnosis perempuan itu mengalami onikomadesis, yakni suatu kondisi di mana kuku terpisah dari matriks kuku atau jaringan di bawah kuku yang berfungsi menumbuhkan kuku.

Menurut American Academy of Dermatology (AAD), onikomadesis muncul karena sesuatu yang menyebabkan kuku berhenti tumbuh sementara waktu.

Pada akhirnya, pasien onikomadesis akan memiliki kuku yang cepat patah.

Kabar baiknya, onikomadesis tidak permanen. Dalam laporan di jurnal Cutis edisi 2017, pertumbuhan kuku dapat kembali setelah 12 minggu.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan onikomadesis, termasuk infeksi, gangguan autoimun, obat-obatan, keturunan, dan faktor terbaru karena terapi ikan.

Baca juga: Peringatkan Saingan, Warna Mata Ikan Guppy Berubah Saat Marah

Selama terapi ikan, kaki akan dibenamkan dalam sebuah bak bersama air dan ikan air tawar kecil bernama Garra rufa. Ikan tersebut akan menggigit kaki dan memakan sel kulit yang mati.

Di habitat aslinya, ikan asal Timur Tengah memakan plankton.

Menurut laporan kasus ini, popularitas terapi ikan memuncak sejak satu dekade terakhir.

Sebelumnya para ahli telah memperingatkan, terapi ikan dapat menyebarkan penyakit dan infeksi.

Alasannya beragam, bisa karena bak yang tidak dibersihkan dengan baik atau ikan yang sama digunakan untuk pelanggan berbeda.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau