KOMPAS.com - Tong sampah merk Weber buatan Jerman menjadi topik hangat yang dibahas warganet Indonesia.
Tong sampah ini dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai langkah untuk memodernisasi pengelolaan sampah di Jakarta.
Berdasarkan e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) satu tong sampah Weber ukuran 660 liter yang dibeli harganya 253,62 dolar AS atau sekitar 3,6 juta rupiah. Tong sampah yang dibeli berjumlah 2640 unit.
Beda Warna, Beda Kegunaan
Tempat sampah yang sudah tersebar di beberapa titik di Jakarta itu memang seperti tong sampah yang lazim ditemukan di wilayah perumahan atau perkantoran di Jerman.
Bedanya, di Indonesia tong sampah tersebut hanya berwarna hijau dengan tutup orange sedangkan di Jerman warnanya bervariasi. Beberapa variasi warna tong sampah di Jerman, di antaranya kuning, biru, hijau, dan hitam.
Perbedaan warna tong sampah di Jerman ini bukan tanpa alasan. Warna tempat sampah menunjukkan sampah jenis apa yang bisa dibuang ke tong yang mana.
Tong sampah di Jerman tidak hanya dibagi untuk sampah organik dan anorganik saja, melainkan lebih terperinci lagi.
Baca juga: Stok Sedikit, Tong Sampah Buatan Jerman Belum Disebar di Permukiman
Tong kuning menampung sampah kemasan, seperti kotak susu, botol sabun cair atau kaleng ikan tuna. Kontainer dengan warna biru menampung sampah kertas atau karton.
Sementara yang berwarna hitam adalah untuk sampah dapur seperti serbet kertas. Tempat sampah hijau atau coklat hanya boleh menampung sampah organik, seperti kulit buah, sayur atau daging.
Budaya Buang Sampah
Sebagai informasi, orang Jerman sudah terbiasa memilah sampah dari rumah. Jadi, ketika mereka harus membuang sampah di rumah ke tong sampah yang lebih besar di luar rumah, mereka sudah tahu ke tong mana kantong-kantong sampah tersebut harus dibuang.
Selain sampah kemasan, sisa makanan, dan kertas, ada pula tempat sampah khusus untuk sampah botol beling yang juga dipilah berdasarkan warna.
Tak hanya itu, baju atau sepatu bekas yang sudah tidak dipakai lagi dan sampah berbahaya, seperti baterai, juga punya tempat sampah khusus.
Kontainer untuk sampah botol beling, baju bekas, atau baterai memang tidak berada di setiap rumah atau gedung apartemen dan perkantoran. Namun letaknya dipastikan tersebar merata di setiap lingkungan tempat tinggal dan orang bisa berjalan kaki ke sana.
Selain itu, jika orang membeli air mineral atau minuman bersoda dalam botol plastik, orang harus membayar lebih untuk uang jaminan botol.
Baru ketika botol tersebut dikembalikan di mesin-mesin yang tersedia di supermarket, maka orang mendapatkan kembali uang jaminan yang sudah dibayarkan.
Bisakah Meniru Jerman?
Pemilahan sampah yang dilakukan di Jerman ditujukan agar sampah-sampah yang bisa didaur ulang atau dibuat menjadi kompos dapat diproses dengan efisien.
Baca juga: Menengok Tong Sampah DKI Buatan Jerman yang Disorot Publik...
Artinya, sampah-sampah ini tidak harus dikirim ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Sampah yang berakhir di TPA menimbulkan banyak masalah lingkungan dan kesehatan akibat air dan lahan yang terkontaminasi zat berbahaya.
TPA terbuka seperti Bantar Gebang di Bekasi, "hanya menawarkan solusi cepat dan mudah dalam jangka pendek", menurut studi Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik.
Jerman memang bukan satu-satunya negara Eropa yang memiliki sistem pemilahan sampah yang sangat baik. Menurut data dari European Environment Agency, Jerman, Austria, Belgia, Swiss, Belanda dan Swedia mendaur ulang setidaknya setengah sampah kota di tahun 2014.
Selain itu, tidak ada sampah di negara-negara tersebut yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir.
Tentu ada proses panjang hingga negara Eropa seperti Jerman dan Belanda kini menjadi sangat maju dan terdepan dalam pengelolaan sampah. Di Jerman, pemilahan sampah sudah dimulai sejak abad 19.
Konon sampai abad 17, penduduk Belanda sesuka hati membuang sampah sembarangan. Ada proses yang memakan waktu puluhan hingga ratusan tahun hingga warga di negara-negara maju disiplin dalam mengelola sampah.
Baca juga: Bali Deklarasikan Darurat Sampah, Apa yang Harus Dilakukan?
Perlu kerja sama yang baik dan erat antara warga, pemerintah dan pembuat kebijakan agar masalah sampah di Indonesia atau khususnya Jakarta bisa dikelola dengan baik. Seperti di Eropa, tentu proses disiplin pengelolaan sampah di Indonesia bisa jadi akan memakan waktu yang lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.