Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikira Mumi Burung, Peti Ini Berisi Janin yang Diawetkan

Kompas.com - 03/06/2018, 18:05 WIB
Monika Novena,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah peti kecil dengan dekorasi elang tergeletak di gudang Maidstone Museum di Kent, Inggris. Pihak museum selama ini mengira jika peti yang berusia 2.100 tahun tersebut berisi mumi burung yang berharga.

Ini terlihat masuk akal mengingat ukiran yang digunakan pada peti bertema elang dan dicat emas, bertuliskan hieroglif yang mengacu pada Horus, dewa langit elang berkepala orang Mesir kuno.

Ukurannya yang kecil juga merupakan ukuran yang sempurna untuk burung. Apalagi suatu hal yang lumrah bagi masyarakat Mesir kuno untuk melakukan praktek mumifikasi pada hewan. Jadi bisa dibilang jika tidak ada yang istimewa dari mumi itu.

Baca juga: Bukan Fiksi, Penyakit Mumi Tomb Raider Bisa Terjadi di Dunia Nyata

Terdaftar di inventaris sebagai EA 493 Mummified Hawk, Ptolemaic Period, mumi itu hampir dilupakan begitu saja. Hingga suatu saat, pihak museum yang akan melakukan pemindaian pada mumi manusia memasukkannya ke dalam koleksi yang akan dipindai juga.

Ketika para peneliti melakukan pemindaian terhadap mumi burung itu mereka menemukan hal lain.

Awalnya pemindaian menunjukkan lengan yang disilangkan di dada menunjukkan bahwa mumi itu bukan burung elang seperti yang diperkirakan sebelumnya. Pemindaian yang kurang rinci akhirnya memperkirakan jika itu merupakan mumi monyet.

Dikira mumi burung, ternyata ini adalah janin berusia 22 sampai 28 minggu yang dimumikan Dikira mumi burung, ternyata ini adalah janin berusia 22 sampai 28 minggu yang dimumikan

Barulah kemudian antropolog Andrew Nelson dari Western University di London melakukan pemindaian beresolusi sangat tinggi.

Dari situlah tim mulai menyadari bahwa benda mungil itu berisi tulang-tulang janin manusia berkelamin laki-laki yang berusia antara 22 sampai 28 minggu.

Hasil pemindaian juga menunjukkan mumi tersebut memiliki kecacatan sejak lahir. Ia memiliki kelainan tulang belakang yang parah, ditambah otak dan tengkoraknya tidak berkembang dengan baik.

"Berdasarkan pemindaian, kita mengetahui janin ini mengalami anencephalic atau kondisi di mana sebagian besar tulang tengkorak dan otak janin tidak terbentuk dan membuatnya tidak dapat bertahan hidup," kata Nelson dilansir Science Alert, Jumat (1/6/2018).

"Seluruh bagian atas tengkoraknya tidak terbentuk. Lengkungan tulang belakangnya belum tertutup, tulang telinganya berada di belakang kepalanya. Ia juga memiliki celah pada langit-langit mulut dan bibir sumbing. Meski begitu tulang jari dan jari kakinya terbentuk secara normal," tambah Nelson.

Baca juga: Tato Tertua di Dunia Ditemukan Pada Mumi Berusia 5.000 Tahun

Mumi dengan kasus seperti ini sangat langka ditemukan. Nelson sendiri hanya mengetahui 6 sampai 8 janin yang dimumikan, namun sangat jarang menemukan janin tidak normal yang dimumifikasi.

Hal ini akhirnya membuat peneliti berasumsi jika janin laki-laki ini dianggap istimewa oleh keluarganya.

"Ini akan menjadi saat yang tragis ketika keluarga kehilangan calon bayi. Apalagi janin juga aneh, bukan janin yang normal," ungkap Nelson.

"Keluarga menanggapinya dengan mumifikasi janin tersebut. Ini merupakan hal yang langka sebab di Mesir kuno, janin cenderung dikubur dalam pot, di bawah lantai rumah.  Jadi ini adalah individu yang sangat istimewa," tambahnya.

Peneliti menduga selama kehamilan, sang ibu kekurangan asupan asam folat yang berguna dalam perkembangan saraf.

Hanya saja, peneliti belum bisa mengungkap asal-usul mumi tersebut termasuk mengapa mumi tersebut dihiasi dengan gambar burung.

Nelson mempresentasikan penelitiannya di World Congress on Mummy Studies yang diadakan di Tenerife, Spanyol pada 21-25 Mei lalu.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com