Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menalar Peran Teroris Perempuan di Balik Bom Bunuh Diri Surabaya

Kompas.com - 14/05/2018, 17:57 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

Namun dalam dunia radikalisme terdapat pemilahan peran secara gender di mana 'jihad qital'/jihad kabir (maju ke medan tempur- jihad besar) hanya pantas dilakukan oleh lelaki karena watak peperangan yang dianggap hanya cocok untuk dunia lelaki. Dengan dasar peran itu, mereka menempatkan diri sebagai pendorong dan penguat iman suami.

Kedua, dalam konsep kaum radikal terdapat dua tingkatan jihad yaitu jihad kecil dan jihad besar.

Jihad besar merupakan pucak dari pengorbanan seorang manusia dengan pergi ke medan tempur dan mati sebagai syuhada, martir. Namun, karena terdapat pemilahan peran secara gender, otomatis hanya lelaki yang punya tiket maju ke medan tempur, sementara istri hanya kebagian jihad kecil, seperti menyiapkan suami atau anak lelaki maju ke medan tempur.

Jihad kecil lainnya adalah mempunyai anak sebanyak-banyaknya, terutama anak lelaki- jundi- yang kelak siap menjadi jundullah -tentara Tuhan. Dalam percakapan antar mereka, memiliki jundi merupakan sebuah kebanggaan, "sudah berapa jundi ukhti"- sudah berapa calon tentara Tuhan yang kamu miliki"?

Ketiga, sebagaimana umumnya dalam organisasi keagamaan, secara umum peran perempuan dalam kelompok radikal sesungguhnya tidak utama dan bukan sentral. Namun peran mereka akan cepat diakui dan dihormati jika mereka dapat menunjukkan keberanian dalam berkorban, termasuk korban jiwa dan raga.

Pengakuan peran ini merupakan salah satu kunci penting dalam mengenali keterlibatan perempuan dalam kelompok radikal. Dorongan untuk menjadi terkenal kesalehannya, atau keikhlasannya atau keberaniannya melepas suaminya berjihad menjadi idaman setiap perempuan dalam kelompok radikal, apatah lagi untuk ikut berjihad.

Dalam perkembangannya, menjalani jihad kecil sebagai penopang dalam berjihad tak terlalu diminati, utamanya oleh kalangan perempuan muda yang merasa punya agenda untuk ikut berjuang dengan caranya.

Baca juga: Mengapa Masih Ada Orang yang Melakukan Bom Bunuh Diri? Sains Jelaskan

Dan seperti kita saksikan, di sejumlah negara, perempuan muda menghilang dari keluarga dengan alasan yang mengejutkan. Mereka meninggalkan rumah untuk bergabung dengan kelompok teroris dengan ideologi agama, seperti ISIS atau menikah dengan lelaki yang menjadi bagian dari kelompok itu.

Jika tidak ikut berjihad mereka punya cara sediri untuk melakukannya di negara mereka sendiri. Hal ini bisa dilihat dalam kasus Hasna Aitboulahcen, perempuan pertama pelaku bom bunuh diri di Saint- Denis Perancis beberapa tahun lalu. Sebelumnya Hasna tidak dikenal sebagai sebagai perempuan alim, malah sebaliknya ia dianggap perempuan "bebas". Namun entah bagaimana setelah berkenalan dengan seseorang yag mengajaknya bertaubat dan 'berhijrah,' ia kemudian dikenali jadi sangat salih, mengenakan hijab, rajin beribadah, dan hanya butuh satu bulan baginya untuk kemudian tewas bersama bom yang ia ledakkan sediri.

Hasna diajak seseorang namun ia tak mengajak siapa-siapa. Namun, lihatlan apa yang terjadi kepada sebuah keluarga Indonesia, seorang suami, istri, termasuk balita, bayi dan seorang perempuan hamil, menyelinap keluar dari kelompok tur mereka di Turki dan menyeberang ke Suriah di bulan Maret 2015.

Pakar terorisme Indonesia Sidney Jones mengatakan bahwa penelitiannya telah mengidentifikasi sekitar 40 perempuan Indonesia dan 100 anak-anak di bawah 15 tahun berada di Suriah, sebagian merasa terjebak oleh ajakan untuk berjihad sebagian lain memang berkesadaran penuh menjadi bagian dari ISIS.

Keterlibatan perempuan dalam bom Surabaya

Dari fenomena bom Surabaya, agaknya, analisis soal keterlibatan perempuan dalam gerakan radikal tak bisa lagi dilihat sekedar catatan kaki.

Terlebih karena keterlibatan itu tak lagi bersifat individual sebagai hasrat untuk diakui dalam kelompok radikal sebagai perempuan pemberani, melainkan karena peran tradisonalnya sebagai istri dan ibu yang memiliki kekuatan nyata untuk melibatkan suami dan anggota keluarga sebagai pelaku teror dan kekerasan.

Perhatian kepada perempuan tak bisa lagi hanya dilihat dalam fungsi pedamping dan pendukung radikalisme melainkan harus sudah dilihat sebagai pelaku utama. Mereka tak sekadar memiliki impian untuk mencium bau surga melalui suaminya belaka, melainkan melalui peran sendiri dengan membawa anak-anak yang telah ia manipulasi dalam suatu keyakinan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau