KOMPAS.com – Masih ingatkah Anda dengan uji coba nuklir Korea Utara pada September 2017? Uji coba kali tersebut memunculkan banyak studi karena kedahsyatannya.
Menurut studi sebelumnya, uji coba tersebut menyebabkan empat gempa bumi, termasuk yang 6,3 magnitudo, dan situs uji coba Korea Utara di gunung Mantap runtuh.
Studi terbaru dalam jurnal Science mengungkapkan efek yang lebih mengerikan. Rupanya, bom tersebut mampu memindahkan gunung Mantap.
Tim peneliti internasional gabungan dari Nanyang Technological University, The University of California-Berkeley, dan berbagai institusi lainnya menggunakan instrumen Synthetic Aperture Radar (SAR) pada satelit Jerman TerraSAR-X untuk mengukur perpindahan horizontal dan vertikal dari gunung Mantap.
Baca juga : Pakar Geologi Ungkap Alasan Sebenarnya Korut Berhenti Uji Coba Nuklir
Mereka menemukan bahwa bom diledakkan pada kedalaman 450 meter dari puncak gunung. Dengan tinggi gunung yang hanya 2.205 meter, ruang uji coba tergolong dangkal.
Selain itu, para peneliti juga mendeteksi adanya gempa susulan yang berjarak 700 meter dari gempa utama akibat ledakan. Temuan ini turut mengonfirmasi studi-studi sebelumnya bahwa situs uji coba di gunung Mantap telah runtuh.
Akan tetapi, temuan yang paling mengerikan adalah pergeseran gunung Mantap ke arah barat-barat daya sejauh 3,5 meter seusai ledakan.
Douglas Dreger, seorang peneliti dari Departemen Bumi dan Ilmu Planet di University of California-Berkeley yang terlibat dalam studi, berkata bahwa dia tidak pernah melihat pergeseran sebesar itu yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
“Tetapi, pergeseran vertikalnya jauh lebih kecil dari pergeseran horizontalnya. Kami kemudian menyadari bahwa ini terjadi karena pemadatan yang didorong oleh gravitasi setelah ledakan,” imbuhnya.
Baca juga : BMKG Catat Gempa 5,3 Magnitudo akibat Ledakan Nuklir di Korea Utara
Berdasarkan data-data tersebut, para peneliti juga memperkirakan bahwa bom yang digunakan Korea Utara berkekuatan sekitar 209 kiloton, dengan margin kesalahan dari 120 hingga 304 kiloton.
Ini berarti hasil perkiraan terbaru dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya yang menyatakan bahwa bom yang digunakan Korea Utara berkekuatan 100 kiloton. Dengan kekuatan tersebut, bom ini juga 14 kali lipat dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945.
Ke depannya, para peneliti ingin meningkatkan teknik mereka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, misalnya dengan mempertimbangkan struktur eslastisitas gunung yang tidak merata dan kompleks.
Para peneliti juga berencana untuk menggabungkan data mereka dengan hasil pencitraan satelit seusai ledakan untuk mengetahui ada tidaknya periode kerusakan yang lambat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.