Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekosistemnya Rusak, Taman Nasional Komodo Jadi Perhatian UNESCO

Kompas.com - 21/04/2018, 10:05 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerusakan ekosistem di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Barat sudah sampai ke telinga dunia. Media Inggris The Guardian melaporkan bahwa pencurian ikan dan polusi sampah memperparah kerusakan di taman tersebut. Pegiat lingkungan hidup pun mendesak UNESCO untuk segera turun tangan.

Lima tahun lalu, Ed Statham, seorang penyelam profesional, dibuat takjub oleh keindahan perairan di Pulau Komodo. 

Pada suatu hari, Statham dan timnya menyelamatkan seekor kura-kura hijau yang terjebak oleh tumpukan sampah dan terjerat oleh jaring ikan. Setelah memotong jaring, akhirnya kura-kura tersebut berhasil dibebaskan.

Dari peristiwa tersebut, Statham dan timnya menyadari bahwa kerusakan ekosistem laut di Taman Nasional Komodo sudah sedemikian parah. 

Kondisi tersebut ingin dipastikan oleh Statham dengan melakukan patroli setiap hari di wilayah Segitiga Karang. Wilayah ini sebetulnya sudah masuk dalam area dilindungi, tetapi mereka masih menemukan sejumlah bukti kerusakan.

Baca Juga: Viral Video Pria Gendong "Komodo" di 9GAG, Ini Kata Ahli

“Yang terjadi adalah mereka memancing bukan dengan pancingan dan perahu kecil, tetapi memancing dengan jaring, menurunkan jangkar di lokasi penyelaman, dan jelas sekali banyak bangkai ikan dan bekas perburuan hiu. Dan kerusakannya semakin meluas setiap harinya," jelas Statham. 

"Jika semuanya berjalan seperti sekarang, Pulau Komodo akan mencapai titik kritis dalam beberapa tahun ke depan dan sangat sulit untuk dipulihkan," tambahnya, dikutip dari The Guardian, Rabu (18/4/2018). 

Kondisi Taman Nasional Komodo tersebut sudah menjadi perhatian UNESCO, lembaga kebudayaan resmi milik PBB. 

"Taman Nasional Komodo memang belum diserahkan ke komite warisan dunia di UNESCO. Akan tetapi, karena sudah banyak yang melaporkan kepada kami dan itu menjadi masalah serius, maka itu jelas menjadi jalan resmi kami ke depannya," kata Dr Fanny Douvere, Koordinator Program Kelautan Dunia Warisan UNESCO.

Douvere mengatakan, ada banyak langkah untuk membantu program penyelamatan dan pelestarian sebuah situs yang terncam, misalnya dengan melihat apakah situs tersebut masuk dalam daftar UNESCO. Lalu, akan ada kajian rutin untuk melihat tingkat kerusakannya.

Jika kerusakannya serius, tim warisan dunia akan menempatkan situs tersebut ke daftar terancam. Situs dalam daftar ini akan mendapat perhatian khusus, termasuk dari penyandang dana, agar segera mendapat tindakan penyelamatan.

Situs-situs lain dalam daftar terancam

Sementara itu, hingga saat ini sudah ada 29 situs yang masuk dalam daftar terancam, salah satunya adalah situs Belize Barrier Reef di sekitar wilayah Amerika Latin dan Laut Karibia.

"Begitu masuk dalam daftar bahaya, akan ada indikator untuk segera ditangani," jelas Douvere.

Dalam penanganan Belize Barrier Reef, otoritas Kota Belize dan UNESCO mengadopsi undang-undang pengelolaan lingkungan yang baru dan terencana untuk perlindungan, serta memperkenalkan moratorium untuk pengeboran lepas pantai.

Baca Juga: Mitos Terbesar tentang Gigitan Mematikan Komodo, Jangan Lagi Dipercaya

Sebuah situs juga pernah dicabut dari daftar terancam oleh Unesco, misalnya lembah Dresden Elbe di Jerman di tahun 2009, karena pemerintah setempat sudah menyetujui membangun jembatan empat lajur yang melalui lanskap yang unik.

Pada bulan Juli tahun lalu, situs terumbu Tubbataha di Filipina juga sudah ditetapkan sebagai “wilayah laut yang sangat sensitif” oleh UNESCO. Kapal-kapal besar dilarang untuk melintas di area tersebut, untuk mengurangi kebisingan, polusi dan landasan kapal di masa depan.

Terkait Taman Nasional Komodo, Statham mendesak agar segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan Pulau Komodo.

Dirinya berkata, sepatutnya kita bersyukur karena lokasi Pulau Komodo berada di titik pertemuan antara dua samudera, dan membuatnya tidak terancam oleh pemanasan air laut dan pemutihan terumbu karang yang sudah menghancurkan wilayah lain.

"Kita harusnya bisa berperan untuk menjaganya, tetapi ternyata kita tidak. Kerusakan ini bukan disebabkan alam, tetapi kita semua," kata Statham.

Selain itu, jumlah wisatawan yang melonjak tanpa disertai jumlah pengawasan ketat juga dianggap menjadi salah satu faktor penyebab polusi sampah di pulau tersebut.

Seperti dikutip dari The Guardian, harga tiket ke Taman Nasional Komodo lebih mahal dari Galapagos. Pengunjung harus merogoh kocek sebesar Rp 175.000. Harga ini naik 500 persen dari 2015. Sayangnya, jumlah petugas yang berpatroli di taman tidak ditambah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com