Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/03/2018, 19:15 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Marshanda mengaku membutuhkan waktu 3 tahun untuk menerima kenyataan bahwa dirinya memiliki gangguan bipolar. Selama itu, Marshanda tidak pernah berhenti untuk mengenali bipolar yang ada dimilikinya. 

"Pada tahun 2009 saya divonis memiliki gangguan bipolar, dan kenyataan itu sangat sulit saya terima begitu saja, karena sepertinya merasa tidak memiliki masalah," kata Marshanda kepada Kompas.com, Kamis (29/3/2018).

Menurut Chacha, panggilan akrab Marshanda, sikap menolak kenyataan tersebut ternyata hanya menjadi hambatan baginya untuk bangkit dan melanjutkan hidup. 

"Terima saja kenyataan bahwa ada bipolar dalam diri kita. Setelah itu, kita belajar mengenali gejalanya dan mengantisipasinya dengan bantuan dokter. Apabila kita masih menolak kenyataan, hidup kita tidak akan produktif," katanya.

Namun demikian, Marshanda mengakui hal tersebut tidak mudah dan setiap penyintas memiliki kondisi berbeda-beda dan terapi yang menyesuaikan tipe bipolar yang dimiliki.

Bagi Marshanda, salah satu cara dirinya untuk tetap bisa mengendalikan emosinya adalah dengan menulis lima hal positif di buka hariannya.

"Setiap malam menjelang tidur, saya selalu menulis lima hal positif yang sudah saya syukuri selama seharian saya beraktivitas, dan ini membantu saya untuk berpikir positif,"katanya.

Marshanda juga menyayangkan masih adanya stigma negatif di masyarakat terkait gangguan bipolar. Dirinya mendorong para penyintas untuk tidak terpengaruh dengan stigma tersebut. 

"Pilihannya, hidup Anda ingin dikuasai bipolar atau Anda yang mengendalikannya? Apabila memilih yang kedua, maka Anda tidak akam malu untuk datang ke ahli untuk memecahkan masalah Anda. Bangunlah relasi sebanyak mungkin dengan masyarakat dan mencoba untuk produktif," katanya artis cantik yang menyukai membuat puisi tersebut.

Baca Juga: Cerita Marshanda tentang Bipolar

Sebelumnya, salah seorang penyintas yang juga menjadi wakil ketua Bipolar Care Indonesia (BCI), Agus Hidayat, menceritakan pengalamannya.

"Saya sempat minum dengan obat anti depresi dan mood stabilizer, namun semakin lama obat tidak membantu, lalu saya putuskan untuk mencari bantuan dari komunitas bagi gangguan bipolar," kata Agus kepada Kompas.com pada hari Senin (26/3/2018).

Agus mengikuti  kegiatan terapi seni dan kelas menulis di komunitas BCI selama beberapa tahun. Setelah itu, Agus merasakan lebih tenang dan dokter tidak lagi menuliskan resep obat antidepresan bagi dirinya.

Baca Juga: Faktor Risiko Bunuh Diri pada Pasien Bipolar

Pengaruh stigma negatif terhadap para penyintas ternyata cukup terasa, Agus menceritakan pengalaman sejumlah rekannya. 

"Beberapa rekan mengakui enggan pergi ke dokter karena ada yang menganggap kalau pergi ke psikolog adalah orang gila. Sebetulnya, yang dibutuhkan adalah dukungan bukan stigma negatif. Ketika pergi ke psikiater dianggap gila, maka hal itu hanya membuat hidup penyintas lebih berat, "katanya.

Menurut para ahli, gangguan bipolar disebabkan ketidakseimbangan hormone serotonin dopamine yang berfungsi mengatur suasana hati seseorang.

Penyintas gangguan bipolar bisa menjadi sangat bahagia atau sedih secara berlebihan pada waktu yang tak terduga.

Apabila tidak mendapat pendampingan yang tepat, seorang penyintas bisa melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan jiwanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau