Partikel aerosol tersebut diyakini juga seperti garam dapur, bertindak untuk mendinginkan bumi.
Hal ini pernah terjadi saat gunung berapi di Islandia meletus pada tahun 939 hingga 940 sebelum masehi, tapi tentu saja dengan aerosol alami. Fenomena ini menyebabkan salah satu musim panas terdingin yang dialami Nothern Hemisphere dalam 1.500 tahun.
Sayangnya, ide menggunakan aerosol ini juga ditentang beberapa pihak. Alasannya adalah penggunaan aerosol seperti debu berlian atau alumina bisa berbahaya bagi lapisan ozon bumi dan kesehatan manusia.
Garam vs Aerosol
Namun, pada 2015 ketika mempelajari garam yang menguap pada permukaan badan tata surya, Nelson menyadari seuatu. Dia menemukan bahwa garam meja bisa menjadi kemungkinan (pengganti aerosol).
Selain itu, garam lebih reflektif daripada alumina dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Apabila digiling menjadi partikel kecil dan dilepaskan ke troposfer atas, garam tidak akan menghalangi panas inframerah yang dilepaskan bumi.
Menurut Nelson, hal ini malah akan membantu bumi untuk menjadi lebih dingin.
Meski sekilas ide ini sangat bagus, tapi proposal pelaksanaannya masih dalam tahap awal.
Baca juga: Tak Hanya Sekarang, Perubahan Iklim Sudah Dilawan Sejak Mesir Kuno
"Sulit untuk menekankan cukup banyak penelitian lebih lanjut yang diperlukan untuk memverifikasi penerapannya," ujar Kelly McCusker, ilmuwan iklim di Rhodium Group, perusahaan riset independen di New York.
"(Selain itu), refelektansi aram sejauh ini memang telah diukur di laboratorium, tapi kita tidak tahu bagaimana sifatnya akan berubah saat pengiriman (ke troposfer atas)," imbuh McCusker.
McCusker menambahkan, berapa banyak garam yang diperlukan untuk mengurangi suhu pun tidak jelas.
Meski begitu, MecCusker dan Mann sepakat bahwa cara terbaik untuk mengatasi pemanasan suhu bumi adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.
"Satu-satunya cara yang aman untuk mengatasi perubahan iklim adalah mengatasi akar penyebabnya, yaitu ketergantungan kita yang berkelanjutan pada pembakaran bahan bakar fosil," kata Mann.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.