Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spesies Katak Baru di Sumatera, Punya Organ Aneh di Perut

Kompas.com - 16/03/2018, 18:31 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Saat melakukan ekspedisi untuk mengumpulkan larva amfibi di hutan terpencil yang ada di Sumatera, Umilaela Arifin dari University of Hamburg dan timnya tak sengaja menemukan dua spesies katak yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Berbeda dari katak umumnya atau yang pernah ditemukan sebelumnya, katak ini memiliki ciri fisik unik yang diduga hasil adaptasi terhadap lingkungan.

Kedua spesies yang baru ditemukan itu bernama Sumaterana montana dan Sumaterana dabulescens. Peneliti juga menemukan kecebongnya.

Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Zoosystemics and Evolution, kecebong yang mereka temukan memiliki mulut kecil yang disebut cakram oral. Dua spesies katak ini juga punya keunikan serupa, yakni memiliki isapan berbentuk mirip cangkir yang ada di bagian bawah mulut, tepatnya di perut.

Baca juga : Kisah Romeo, Katak Langka yang Mencari Juliet di Jagat Maya

"Fenomena di mana kecebong punya penghisap perut dikenal sebagai gastromyzophoru. Adaptasi ini tergolong langka dan banyak ditemukan pada kodok tertentu yang ada di Amerika dan Asia," ujar Arifin dilansir IFL Science.

Peneliti mengatakan masih perlu lebih banyak penelitian untuk mengetahui manfaat penghisap perut pada katak.

Sejauh ini peneliti hanya bisa menduga hal itu berfungsi untuk membantu kecebong tetap stabil pada permukaan air yang arusnya cepat.

Data molekuler dan morfologi menentukan bahwa susunan evolusioner tersebut sangat berbeda dari yang sudah ada. Hal ini membuat terbentuknya genus baru yang mengidentifikasi kembali katak Sumatera yang terkenal, Chalcorana crassiovis menjadi genus Sumaterana.

Baca juga : Katak Salahi Kodrat dengan Memakan Ular, Dunia Pun Bertanya-tanya

"Kami memutuskan memanggil genus Sumaterana mengingat ini ditemukan di Sumatera. Dengan adaptasi evolusioner yang langka, mereka merupakan endemik hutan hujan Sumatera. Ini menyiratkan ada keragaman hewan dan tumbuhan yang luar biasa di sini," kata rekan penelitian Dr Utpal Smart.

"Meski ini kabar menggembirakan, penggundulan hutan saat ini juga perlu dikhawatirkan," imbuh Smart.

Berikut video hasil penelitian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau