KOMPAS.com - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) salah satu tugasnya adalah melakukan pemantauan terhadap benda jatuh antariksa.
Menurut Thomas Djamaluddin, Kepala LAPAN, benda luar angkasa disebut jatuh ke bumi saat ia memasuki atmosfer bumi yang ketinggiannya kurang dari 120 kilometer dari permukaan bumi.
Dilansir laman resmi LAPAN, dulunya benda jatuh dari luar angkasa memang hanya meteroit. Namun semenjak berbagai negara maju melakukan peluncuran roket, benda jatuh antariksa juga berupa benda buatan.
Benda buatan yang jatuh ke bumi disebut juga sebagai sampah antariksa yang tidak lagi memiliki fungsi.
Baca juga : Soal Tiangong I Jatuh, LAPAN: Tak Perlu Khawatir, Tetap Waspada
Thomas berkata, saat benda luar angkasa memasuki atmosfer pada umumnya terjadi gesekan antara benda dan atmosfer yang mengakibatkan benda habis terbakar.
Sementara sisanya atau yang disebut sampah antariksa ada yang jatuh ke permukaan bumi.
Thomas berkata fenomena benda langit jatuh ke bumi bukan hal yang baru. Hal ini pun sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan.
Ia berkata benda langit yang jatuh ke bumi diperkirakan selalu jatuh di wilayah bukan pemukiman. Hal ini karena luas bumi yang tidak berpenghuni seperti lautan, pegunungan, hutan, atau gurun jauh lebih luas dibanding pemukiman.
"Perkiraan ini didapat dari luas obyek pecahan dibagi luas lintas bumi yang dijatuhi benda antariksa," kata Thomas kepada Kompas.com, Senin (12/3/2018).
Saat ini Tiangong 1, stasiun luar angkasa China dikabarkan akan jatuh ke bumi dalam beberapa minggu ke depan.
LAPAN sendiri terus melakukan pemantauan untuk mengamati pergerakan Tiangong 1 sudah sampai di mana.
Baca juga : Kepala LAPAN Yakini Hujan Satu Rumah hanya Rekayasa
Pengamatan benda jatuh antariksa, entah itu Tiangong 1 dan benda antariksa lain dilakukan demi kepentingan bersama, apalagi benda yang diperkirakan akan jatuh di kawasan Indonesia.
"Salah satunya untuk mengantisipasi potensi bahayanya," kata Thomas.
Sebelum Tiangong 1, sudah ada beberapa benda jatuh antariksa yang jatuh di Indonesia.
Menurut catatan LAPAN, pada 1981 tabung roket milik Rusia jatuh di Gorontalo, Sulawesi. Pada 1988, tabung roket buatan Rusia jatuh di Lampung.