KOMPAS.com - Pernahkah Anda memperkirakan berapa harga keabadian? Menurut miliarder teknologi Amerika Serikat, Peter Diamandis, 250 juta dollar AS atau setara dengan Rp 3,4 triliun adalah jumlah yang cukup buat investasi awal.
Dana sebesar itu dia kumpulkan untuk perusahaan start up bernama Celularity. Perusahaan ini melakukan penelitian sel punca dari plasenta manusia untuk meregenerasi jaringan yang rusak.
Celularity berambisi "membuat usia 100 tahun layaknya 60 tahun dan menyediakan tingkat estetika, mobilitas dan kesadaran maksimal buat manusia di hari tua".
Diluncurkan akhir tahun silam, Celularity menggandeng nama-nama papan atas teknologi AS sebagai investor dan dewan komisaris. Mulai dari bekas Direktur Apple, John Sculley, pendiri Oracle Larry Ellison atau duo Google Larry Page dan Sergey Brin, hingga pendiri Amazon, Jeff Bezos, yang baru saja didapuk sebagai manusia terkaya di bumi tertarik dengan hal ini.
Baca juga: Bagaimana Perkembangan Terapi Sel Punca di Indonesia?
Rahasia Umur Panjang
Mereka percaya, plasenta menyimpan rahasia usia panjang dan bakal membantu manusia mengalahkan penyakit seperti kanker, alzheimer, atau AIDS.
"Berbagai studi membuktikan, ketika manusia menua, populasi sel punca di organ dan jaringan kita menyusut secara drastis dan merenggut kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri," tulis Celularity dalam situsnya.
"Dengan memulihkan cadangan sel punca secara berkala, kita bisa menciptakan kelangsungan hidup," imbuhnya.
Alasannya...
Sel Punca yang bisa dikembangkan menjadi berbagai jenis sel, termasuk sel otot atau sel otak. Hal ini menjadi harapan terbesar manusia memperpanjang usia.
Saat ini sel punca yang diambil berasal dari embrio manusia yang berusia tujuh hari setelah pembuahan. Sel punca pada usia tersebut menjadi yang paling diincar para ilmuwan karena sifatnya yang mudah diolah dan fleksibel.
Sayangnya, penelitian sel punca embrio ini banyak dilarang di negara barat. Itu karena pengambilan sel punca embrio bisa mengakibatkan kematian embrio itu sendiri.
Dengan kata lain, pengambilan sel punca bayi yang masih dalam kandungan bisa membunuh kehidupan.
Ini pula yang menyebabkan ilmuwan banyak bergantung pada sel punca manusia dewasa yang rapuh dan sulit diolah dengan teknologi yang ada sekarang. Apalagi, sel punca manusia dewasa harus digunakan pada pemberi donor sel sendiri untuk menghindari komplikasi.
Baca juga: Pada Sel Punca Otak, Ilmuwan Temukan Kunci Umur Panjang
Dari hal inilah, Dr. Robert Hariri, pendiri Celularity, melirik plasenta sebagai sumber sel punca. Menurutnya, penelitian sel punca plasenta bisa membuat ongkos terapi menjadi lebih murah.
Sebagai perbandingan, saat ini terapi sel punca untuk penyakit kanker dibanderol antara 4,1 hingga 6,8 miliar rupiah. Ongkos pengobatan tersebut menjadi mahal karena dokter harus menggunakan sel punca yang khusus dikembangkan untuk masing-masing pasien.
"Tidak terelakkan bahwa (pengobatan) kanker membutuhkan sel kekebalan tubuh buatan. Rencana kami adalah dengan membuat plasenta sebagai sumber sel kekebalan tubuh, kami bisa mendemokratisasi teknologi ini dengan cara yang sebelumnya mustahil dilakukan," kata Hariri seperti dilansir CNBC.
Manusia Abadi
Pada akhir Februari silam Diamandis menulis di sebuah buletin email, "saya bertanya ke manusia-manusia paling cerdas yang saya kenal tentang prediksi mereka soal teknologi untuk 20 tahun ke depan,".
Salah satu prediksi yang dia tulis adalah bahwa manusia "akan mampu mencapai kelangsungan hidup melebihi kecepatan usia untuk kaum terkaya di dunia."
Kelangsungan hidup yang dimaksud adalah tingkat harapan hidup manusia akan meningkat sebanyak satu tahun setiap kali usia bertambah.
"Potensi bisnis penambah angka harapan hidup sekitar 20 hingga 30 tahun, akan sangat besar. Karena pada akhirnya orang akan menggunakan uang hasil jerih payah mereka tidak cuma untuk hidup lebih lama, tetapi juga hidup lebih sehat," kata Diamandis kepada CNBC.
Baca juga: Terapi Sel Punca Menjanjikan Atasi Disfungsi Ereksi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.