Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Afrika Selatan Kehabisan Air, Solusinya Ada di Bawah Laut

Kompas.com - 20/02/2018, 12:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber The Verge

KOMPAS.com – 4 Juni 2018 akan menjadi hari ketika Cape Town, ibu kota Afrika Selatan kehabisan air. Mulai dari hari tersebut, 4 juta penduduknya hanya akan bisa menggunakan 25 liter air per hari.

Mengeringnya air di Cape Town berawal pada musim dingin yang kering pada 2015. Kurangnya hujan pada tahun tersebut membuat tinggi air di dalam bendungan turun hingga 20 persen. Masalah ini kemudian diperparah dengan dua musim dingin yang kering lagi, perubahan iklim, dan buruknya pengelolaan air di Cape Town.

Namun, sebuah studi mengusulkan bahwa solusi untuk kekeringan Cape Town mungkin sedang berada di bawah kaki mereka.

Laporan yang dipublikasikan oleh para peneliti dari Flinders University dan National Centre for Groundwater Research and Training dalam jurnal Nature pada tahun 2013 mendokumentasikan adanya ribuan triliun liter air bersih di bawah dasar laut cekungan Bredasdorp, ujung selatan Afrika Selatan.

Baca juga : Seluk Beluk Ancaman Global Krisis Energi Angin dan Keresahan Ilmuwan

Menurut studi tersebut, bumi menyimpan 120.000 mil kubik air bersih di bawah laut. Jumlah tersebut bisa menyelesaikan masalah kekurangan air tidak hanya di Cape Town, tetapi juga Sao Paulo dan Meksiko.

Namun, mengambil air dari akuifer lepas pantai bukan hal yang mudah. Geofisikawan dan Associate Professor di Colorado School of Mines yang telah mempelajari akuifer lepas pantai sejak 2002, Brandon Dugan, berkata bahwa kita belum benar-benar mengerti sistem ini maupun volume pastinya.

“Jadi sulit untuk menciptakan strategi memompa yang memaksimalkan penggunaan sumber daya,” katanya kepada Verge, Kamis (15/2/2018).

Menurut Dugan, geofisikawan perlu tahu bagaimana air ini tersimpan di bawah laut. Jika ia berasal dari gletser zaman es yang meleleh, maka sumber daya ini bisa habis. Namun, jika air berasal dari permukaan tanah yang kemudian terserap, maka akuifer bawah laut bisa menjadi sumber daya terbarukan.

Baca juga : Dunia Krisis Pasir, Apa Dampaknya bagi Manusia dan Lingkungan?

Selain itu, juga ada pertanyaan mengenai legalitasnya. Pakar hukum akuifer Renee Martin-Nagle berkata bahwa suatu negara baru bisa mengakses penyimpanan air ini bila masih berada dalam zona ekonomi ekslusif mereka (200 mil dari garis dasar pantai).

Namun kalau pun Cape Town berhak mengakesnya, biayanya tidak murah.

Mark Willet, insinyur dan direktur Wannacomet Water Company, AS berkata bahwa untuk mengambil air bersih lepas pantai, dibutuhkan alat pembor lepas pantai untuk membuat sumur. Lalu, para penyelam harus turun untuk memasang pipa dari sumur tersebut, dan pipa juga harus dirancang agar dapat bertahan melawan arus laut.

“Biayanya bisa 4-7 juta dollar AS untuk membuat sumur dan sekitar 100.000 dollar per mil untuk pipa, serta biaya pengelolaan air yang dibutuhkan,” ujarnya.

Biaya tersebut memang jauh lebih besar daripada pengeboran sumur tradisional, tetapi mungkin tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kerugian finansial yang mungkin terjadi setelah 4 Juni 2018.

Dugan pun mengatakan, ketika kota maju yang dihormati di dunia tiba-tiba kekurangan air, akan ada dorongan inovasi dan kreativitas untuk menghentikan hal serupa terjadi di masa depan. Fenomena ini juga membuat kita lebih terbuka terhadap ide untuk menggunakan penyimpanan air lepas pantai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau