Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bitcoin Bikin Astronom Sulit Temukan Bintang, Kok Bisa?

Kompas.com - 19/02/2018, 20:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber BBC,The Verge

KOMPAS.com - Ketenaran bitcoin atau mata uang digital (cryptocurrency) beberapa waktu belakangan makin meningkat. Sekilas, kegiatan "menambang" bitcoin atau mata uang digital lainnya tidak merugikan siapapun.

Kalaupun mengalami kebangkrutan, yang merasa rugi adalah diri sendiri. Tapi ternyata anggapan tersebut tak sepenuhnya benar.

Dilansir dari The Verge, Jumat (16/02/2018), Aaron Parsons yang sedang dalam pencarian menemukan bintang pertama yang terbentuk di alam semesta sekitar 13 miliar tahun lalu menyebut hal tersebut mengalanginya.

Parsons menyebut, penembangan bitcoin menghalangi pencarian kosmik primordialnya.

Baca juga: Rocket Lab Kirim Bola Disko ke Luar Angkasa, Astronom Mengamuk

Tapi apa yang jadi penyebab penambangan mata uang digital menghalangi pencarian bintang ya?

Ternyata hal tersebut berkaitan dengan kartu grafis. Popularitas penambangan mata uang kripto ini menghabiskan kartu grafis di pasaran.

Hal tersebut membuat harga pemrosesan grafis yang disebut GPU makin tajam. GPU sendiri adalah chip super kuat yang dapat memproses data dalam jumlah besar.

Tanpa GPU, para astronom seperti Parsons tidak dapat melakukan pekerjaan mereka.

Parsons sendiri berkerja menggunakan teleskop radio di University of California (UC), Berkeley. Teleskop tersebut terbuat dari ratusan antena yang mengambil emisi radio yang menyerap kosmos.

Semua data tersebut perlu diproses secara real time oleh sebuah super-komputer untuk membuat peta langit. Peta langit inilah yang membantu Parsons menemukan bintang paling awal.

Pekerjaan Parsons ini tergolong penting. Pasalnya, dengan mengetahui bintang pertama, para ilmuwan akhirnya bisa memahami bagaimana alam semesta beralih dari plasma panas ke dalam kosmos yang terbuat dari galaksi dan planet.

Untuk pekerjaannya ini, Parsons mencoba untuk meng-upgrade teleskop radionya yeng bernama Hydrogen Epoch of Reionization Array (HERA) dengan 350 antena di Afrika Selatan.

Namun, minggu ini dia dikejutkan dengan harga GPU yang dibutuhkannya. PArsons menemukan bahwa alat untuk mengolah data dari antena tersebut naik hingga dua kali lipat.

"Aku sangat terkejut," kata Parsons dikutip dari The Verge, Jumat (16/02/2018).

Baca juga : Hilang 13 Tahun, Satelit NASA Ditemukan Kembali oleh Astronom Amatir

"Saya biasanya menganggap mata uang digital sebagai semacam hal yang kurang penting, dan saya terkejut dan sedikit kesal mengetahui bahwa itu berdampak pada bottom line dari teleskop kami," sambungnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau