Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Kristal Gunung Api Memudahkan Ilmuwan Prediksi Letusan?

Kompas.com - 19/02/2018, 17:45 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

Oleh Balz Kamber dan Teresa Ubide

KOMPAS.com - Memperkirakan kapan sebuah gunung berapi akan meletus adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit.

Mengapa? Sebab setiap gunung berapi memiliki labirin terowongan tersendiri yang khas dan rumit, sebagai jalur bagi magma keluar ke permukaan. Jadi bahkan ketika aktivitas vulkanik sudah terdeteksi, masih sangat sulit untuk mengetahui kapan magma akan menemukan jalannya melalui terowongan ini dan meletus.

Namun kini ada sebuah cara untuk menilai proses ini, menggunakan kristal yang tumbuh di dalam gunung berapi dan bekerja seperti sebuah rekaman erupsinya. Studi terakhir kami terhadap kristal dari Gunung Etna di Italia telah menemukan bahwa jika magma baru tiba di ruang 10 km di bawah permukaan Etna, sebuah erupsi bisa terjadi dalam dua minggu.

Tidak heran bila penyair Romawi Lucretius mengatakan Etna “murka dengan api dari lubang Neraka yang paling dalam”.

Dahulu, para ahli geologi berpikir bahwa magma di bawah gunung berapi berada dalam satu ruang tunggal besar, tapi riset modern menunjukkan bahwa sistem saluran magma terdiri dari banyak kompartemen yang berhubungan, dengan rute transport rumit. Kita juga tahu bahwa ketika magma baru mengisi kembali sistem saluran vulkanik ini, hal tersebut bisa memicu sebuah letusan.

Selagi bergerak naik ke permukaan, magma yang baru teraduk mendorong bebatuan menjauh, dan menaikkan tekanan di bawah gunung berapi. Ini menghasilkan gempa bumi dan memperluas bangunan gunung berapi yang berbentuk kerucut; dampaknya bisa dipantau dari permukaan atau dari luar angkasa dengan bantuan satelit.

Baca juga : Ilmuwan Prediksi Letusan Besar Gunung Api Terjadi 17.000 Tahun Sekali

Yang sulit diketahui apakah pengisian ulang magma tertentu akan benar-benar menjadi erupsi dan berapa lama waktu yang diperlukan sebelum erupsi dimulai.

Di sinilah kristal bisa memainkan peranan. Mineral ini disebut antecryst (“ante” berarti sebelum) karena mereka sering kali mulai tumbuh dari magma awal ribuan tahun lalu sebelum gunung berapi meletus. Mereka tumbuh selapis demi selapis, merekam perubahan pada magma sekitarnya, bagaikan cincin pohon yang mencatat perubahan iklim.

Teknologi laser kini memungkinkan kita melihat ke dalam antecryst untuk menciptakan peta pelacakan unsur kimia di dalamnya. Ini pada dasarnya melibatkan penembakan sekotak garis-garis laser di atas antecryst kemudian menggunakan apa yang dikenal sebagai spektrometer massa untuk menganalisis aerosol yang diberikan dan menentukan kandungannya.

Ini bisa digunakan untuk menciptakan gambar 2D komposisi kristal yang bisa memberi tahu kita gambaran sejarahnya. Sebagai contoh, ketika inti antecryst tua dipindahkan ke permukaan oleh magma yang baru teraduk, hal ini menciptakan lingkaran yang khas pada kristal.

Tantangannya adalah menyarikan arti dari rekaman ini.

Memetakan Etna

Berbekal peta kimia kristal dari aktivitas vulkanik Gunung Etna 40 tahun terakhir, kita sudah bisa menentukan kedalaman di mana kristal tumbuh dan juga ketika magma baru mulai menyerbu sistem vulkanik bawah tanah.

Kami menemukan bahwa ini mulai muncul pada 1970-an, bertepatan dengan masa gunung berapi itu mulai lebih sering erupsi dengan magma yang bergerak lebih cepat dan lebih banyak aktivitas ledakan dan seismik.

Baca juga : Pendaki Dengar Suara Misterius di Gunung Everest, dari Mana Asalnya?

Jenis kontak antara inti kristal dengan lingkaran tepinya serta ketebalan lingkaran tepi mengandung informasi tentang berapa lama waktu berlalu antara kedatangan gelombang magma dan ketika erupsi dimulai.

Ini berarti kita bisa memprediksi lebih baik kapan erupsi mungkin terjadi setelah magma terdeteksi di titik tertentu di bawah gunung berapi (pada kasus ini, dua minggu).

Dengan cara ini, melakukan survei laser terhadap antecryst dari seluruh dunia dapat membantu ilmuwan gunung berapi memahami dengan lebih baik bagaimana pengisian ulang magma bekerja sebagai pemicu erupsi, dan bagaimana menafsirkan data pemantauan dari gunung berapi aktif.

Ini bisa menciptakan suatu proses yang lebih akurat untuk memantau tanda-tanda peringatan dan memperkirakan erupsi yang mungkin segera terjadi.

*Chair of Geology and Mineralogy, Trinity College Dublin

**Lecturer in Igneous Petrology/Volcanology, The University of Queensland

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau