Profesor Andrew Sharrocks, seorang pakar biologi molekular di University of Manchester yang tak terlibat dalam penelitian ini menyebut bahwa temuan tersebut kurang relevan jika dilihat dari budaya minum teh di berbagai negara.
"Kita cenderung minum teh pada suhu lebih rendah di barat daripada di China, jadi kurang merusak kerongkongan," ungkap Sharrocks.
"Jadi, walaupun penelitian ini mungkin relevan dengan populasi di China, hal ini kurang relevan di barat dalam faktor penyebab," tambahnya.
Meski begitu, Sharrocks menyambut baik adanya temuan ini. Tapi dia menggarisbawahi agar penelitian ini tidak mengembangkan rasa takut terhadap teh.
Baca juga: 5 Jenis Teh yang Terbukti Efektif Turunkan Berat Badan
"Dikatakan (dalam penelitian tersebut), mungkin ada individu di luar sana yang minum teh sangat panas (dengan dibarengi konsumsi alkohol dan tembakau berlebihan) dan karenanya berisiko terkena kanker ini," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.