Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari "Kematian Palsu" Tahanan Spanyol?

Kompas.com - 11/01/2018, 11:24 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkah Anda membayangkan terbangun di kantong jenazah atau meja autopsi? Tentu akan menakutkan jika itu terjadi.

Namun itulah yang dialami Gonzalo Montoya Jimenez, seorang tahanan di Asturias, Spanyol. Jimenez terbangun sesaat sebelum dirinya di autopsi oleh para dokter forensik.

Kasus ini bermula saat Jimenez yang tak muncul di apael pagi penjara ditemukan tidak responsif di selnya. Tak merasakan tanda-tanda vital, dua dokter yang bertugas kemudian menyatakan bahwa pria ini telah meninggal.

Bahkan, dokter forensik yang memeriksanya selang satu jam pun menyatakan hal yang sama.

Sebenarnya, "meninggalnya" Jimenez tidak mendadak. Sehari sebelumnya, dia mengeluh kurang enak badan. Meski tidak diketahui apa penyebab sakitnya Jimenez, tapi otoritas penjara menggambarkan pria itu mengalami sianosis.

Baca juga: Mengenal Aritmia lewat Kasus Kematian Bondan Winarno

Apa itu sianosis?

Sianosis sendiri adalah perubahan warna keunguan pada kulit akibat sirkulasi yang buruk atau kekurangan oksigen pada tubuh. Hal ini biasanya juga menyebabkan kekakuan mayat (rigor mortis).

Kekakuan mayat ini yang biasanya menjadi salah satu tanda fisik kematian. Mungkin hal inilah yang menyebabkan ketiga dokter yang memeriksa Jimenez menyatakan bahwa dia telah meninggal.

Setelah dinyatakan meninggal, Jimenez dibawa ke kamar mayat rumah sakit dengan kantong jenazah untuk di autopsi. Dia bahkan telah menghabiskan waktu di ruangan pendingin untuk mengawetkan tubuhnya.

Beberapa jam sebelum autopsi dilakukan, dokter ahli patologi forensik yang akan melakukan prosedur itu menyadari kesalahan. Ia mendengar suara seperti dengkuran dari kantong mayat Jimenez.

Dokter forensik (ahli patologi) itu kemudian membuka kantong mayat dan menemukan Jimenez masih hidup.

Kasus kesalahan diagnosis kematian ini tentu membingungkan banyak pihak, termasuk otoritas penjara.

"Saya tidak bisa berkomentar apa yang terjadi di Institute of Legal Medicine. Tapi tiga dokter telah melihat tanda-tanda kematian secara klinis sehingga masih belum jelas mengapa ini terjadi," ungkap juru bicara penjara Spanyol dikutip dari Science Alert, Rabu (10/01/2018).

Baca juga: Mengenal Seasonal Affective Disorder yang Dialami Jonghyun SHINee

Berhubungan dengan Katalepsi

Dirangkum dari IFL Science, Selasa (09/01/2018), "kematian palsu" ini diyakini sebagai kasus katalepsi, meski belum dikonfirmasi. Gejala katalepsi meliputi kekakuan, tidak responsif, dan hilangnya kontrol otot, serta memeperlambat fungsi vital tubuh (seperti pernapasan).

Katalepsi merupakan salah satu gejala epilepsi. Seperti yang dilaporkan dalam La Vos Asturias, Jimenez diketahui memang menderita epilepsi. Jadi, memang masuk akal jika hal ini terjadi.

Kesalahan diagnosis kematian bukan kali ini saja terjadi di dunia. Pada 2014, seorang wanita Polandia berusia 91 tahun dinyatakan meninggal dan sesaat setelahnya ia terbangun di kamar mayat dan mengeluh kedinginan.

Pada tahun yang sama, petugas pemeriksa mayat di Mississipi, Amerika Serikat terkejut saat pria berusia 78 tahun mulai menendang ke sisi kantong jenazahnya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau